Translate

Minggu, 28 April 2013

Studi Hadits

Mata Kuliah Study Hadits

1.      HADITS SAHIH
a.       Defenisi
Menurut Abu Amr Ibn as-shalah hadits shahih adalah musnad yang sanadnya muttashil melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit (pula) sampai ujungnya, tidak ada syadz dan tidak mu’allal (terkena illat).
Menurut Imam Nawawiy hadits shahih adalah hadits yang muttashil sanadnya melalui (periwayatan) orang-orang yang adil lagi dhabit tanpa syadz dan illat.
b.      Syarat hadits shahih
Ada lima syarat hadits dikatakan sahih, yakni:
·         Muttashil sanadnya. Dengan syarat ini, dikecualikan hadits munqoti’, mu’dhal, mu’allaq, mudallas dan jenis-jenis lain yang tidak memenuhi criteria muttashil ini.
·         Perawi-perawinya adil. Yang dimaksud adil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.
·         Perawi-perawinya dhabit. Yang dimaksud dhabit adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadits, paham ketika mendengarkannya dan menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya. Yakni perawi harus hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya (bila ia meriwayatkan dari hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya secara makna). Dia harus menjaga tulisannya dari perubahan, penggantiann ataupun penambahan, bila ia meriwayatkan dari tulisannya. Syarat ini mengecualikan periwayatan perawi yang pelupa dan sering melakukan kesalahan.
·         Yang diriwayatkan tidak syadz. Yang dimaksud syadz disini adalah penyimpangan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.
·         Yang diriwayatkan terhindar dari illat qadhihah (illat yang mencacatkan), seperti memursalkan yang maushul, memuthhasilkan yang munqathi’ ataupun memarfu’kan yang mauquf. Dll.
c.       Pembagian hadits shahih
Hadits sahih ini dibagi menjadi dua, yakni shahih li-ghairihi dan li-dzatihi, yang dimaksud dengan shahih li-dzatihi adalah hadits shahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, sedangkan shahih li-ghairihi adalah hadits shahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal, misalnya perawinya yang adil tidak sempurna kedhabitannya, dll.

Semoga bermanfaat… ^.^

Jumat, 12 April 2013

tujuan syari'ah


BAB II

PEMBAHASAN

Secara garis besar tujuan dari syari’ah Islam itu dibagi menjadi tiga, yaitu tujuan primer (dhoruriyah), tujuan sekunder (hajjiah), dan tujuan tersier (tahsiniyah). Tujuan primer (dhoruriah) yaitu tujuan utama dalam syari’ah. Ada lima tujuan utama (primer) di dalam syari’ah.
Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
diharamkan bagimu(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang  jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu jangan kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa kerena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[1] (QS Al Maidah [5]:3)
Dalam konteks menjaga agama (Hifzhud Din) ayat ini telah menjelaskan bagaimana Allah telah mengatur secara detile tentang apa-apa yang harus dilakukan dan dihindari oleh umat muslim. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa memakan bangkai, darah, daging babi, dll adalah haram hukumnya. Maksud dari ayat ini adalah kita telah diberi batasan oleh syari’ah-syari’ah agama islam dalam melakukan (bertindak) sesuatu. Apabila melanggar atau melakukan hal-hal yang di larang dalam syari’ah hal ini dihukumi berdosa. Dan salah satu dampak negatif jika kita memakan barang haram adalah dapat menimbulkan kemudhorotan bagi diri kita sendiri dan dapat menipiskan iman. Hal ini adalah sebagai perwujudan syariah dalam menjaga agama.

Memperoleh kesempatan hidup merupakan karunia yang besar bagi kita, karenanya kesempatan yang amat berharga ini harus kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada Allah swt. Dalam  konteks inilah, hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi sehinga harus dijaga dan dipelihara. Disinilah sebabnya mengapa Islam amat melarang kita untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan sehingga biloa ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua manusia, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al maidah ayat 32:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.[2] (QS Al Maidah [5]:32)
Ternyata dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang hal yang berkaitan dengan penjagaan terhadap jiwa. Sungguh maha besar Allah.



Allah telah menganugerahkan akal kepada manusia sehingga menjadikan manusia itu lebih mulia dibandingkan dengan makhluk ciptaan allah yang lain. Kita juga diberi potensi untuk menumbuh kembangkan akal yang diberikan oleh Allah kepada kita.  Kita dapat mengasah akal dengan banyak membaca, memikirkan/merenungkan apa-apa yang ada di muka bumi ini sehingga akal kita tidak mati dan sia-sia. Memiliki akal yang sehat dan cerdas merupakan sesuatu yang amat penting, karena dari akal yang sehat itulah akan lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa bersikap dan berprilaku yang baik. Banyak ayat-ayat al-quran yang menjelaskan tentang hal ini salah satuya ialah Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al baqarah 164 yang berbunyi :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati(kering)Nya, dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.[3] (QS Al baqarah [2]:164)
2.1.4       Menjaga keturunan
Islam secara tegas mengatur tentang pernikahan dan mengharamkan perzinahan. Di dalam al-qur'an telah ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi dan terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang pernikan dan larangan bagi orang melakukan perzinahan. Seperti terdapat dalam al-qur’an surat al isro’ ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.[4] (QS Al Isra’ [17]:32)
Maksud dari menjaga keturunan di sini adalah ketika seorang itu melakukan sebuah perzinahan hal tersebut bukan hanya menurunkan martabatnya di mata masyarakat tetapi juga di sisi Allah. Sein itu zinah juga dapat merusak nasab karena apabila sampai lahir seorang anak perempuan dari hasil perzinahan tersebut,  maka anak perempuan itu tidak bisa diwalikan oleh ayah biologisnya ketika menikah dan apabila tetap diwalikan oleh ayah biologisnya pernikahan itu tidak sah. Bahkan anak perempuan tersebut juga boleh dinikahi oleh ayah biologisnya.

Harta ialah barang (uang dsb) yg menjadi kekayaan; barang milik seseorang;[5]. Harta bukanlah segalanya dalam hidup ini tetapi segalanya butuh harta. Oleh sebab itu harta kita juga harus dijaga dengan baik. Bukan berarti seseorang itu tamak ataupun kikir melainkan jika kita sebagai umat muslim memiliki harta yang lebih dan dapat memanage dengan baik, kita dapat dengan mudah membantu sesama yang membutuhkan. Karena dalam harta kita juga terdapat harta orang lain oleh sebab itu agama islam mengajarkan umatnya untuk berbagi dengan sesama. Dalam agama  islam juga sudah dijelaskan tentang muamalah sebagai pedoman atau rujukan kita dalam memanage harta yang kita miliki. Banyak ayat-ayat di dalam Al-qur’an yang membahas tentang muamalah, salah satunya ialah firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282, yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.[6] (QS Al baqarah [2]:282)
Banyak ayat-ayat yang lain yang berkaitan dengan hukum-hukum ekonomi Islam, mulai dari memacu umat islam untuk berinfak dan memberikan pinjaman dan dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan kedzaliman dan kedua pihak tidak merugi.
Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dl perang dan damai[7], strategi juga dapat diartikan sebagai cara atau langkah dalam mencapai tujuan. Syariah juga memiliki strategi dalam mewujudkan tujuan-nya seperti yang sudah di uraikan pada sub bab sebelumnya. Di bawah ini akan dijelaskan pula beberapa hal mengenai langkah syari’ah dalam mewujudkan tujuan-nya. Diantaranya adalah :
·       Memberikan sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi (penyimpangan dalam syari’ah).
·       Memberikan batasan-batasan yang jelas terhadap suatu hukum (antara yang haram, halal, mubah, makruh, dan jaiz).
·       Memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Syari’ah merupakan system kehidupan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dalam hubungan dengan Allah dan hubungan antar manusia. Selain memuat hukum-hukum islam syari’ah juga memiliki beberapa strategi untuk menerapkan hukum-hukum tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang utama yaitu kemaslahatan umat manusia.
Syari’ah merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, dapat dibayangkan jika tidak ada hukum yang mengatur kelangsungan hidup niscaya kehidupan di dunia ini akan menjadi kacau, banyak terjadi pertikaian, permusuhan dan hal-hal negative yang lain yang dapat mengganggu ketentraman dalam kehidupan. Tidak semua umat muslim patuh terhadap ketentuan syari’ah, hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran seseorang akan pentingnya suatu peraturan.

DAFTAR PUSTAKA

·       Abu Zahrah, Muhamad.1958.Ushulul Fiqh. Darur Fikri al-Araby.
·       Al-Qur’an dan terjemahannya (depag) RI.
·       file:///D:/study/semester%202/studi%20fiqh/tujuan%20syariat.htm


[1] Al-Qur’an dan terjemahannya, depag, halaman 107
[2] Ibid,.113
[3] Ibid,.25
[4] Ibid,.285
[5] KBBI, Bamus Besar Bahasa Indonesia
[6] Al-Qur’an dan terjemahannya, depag, halaman 48
[7] KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia