PEMBAHASAN
Secara garis besar tujuan dari syari’ah Islam itu dibagi menjadi tiga,
yaitu tujuan primer (dhoruriyah), tujuan sekunder (hajjiah), dan tujuan tersier
(tahsiniyah). Tujuan primer (dhoruriah) yaitu tujuan utama dalam syari’ah. Ada
lima tujuan utama (primer) di dalam syari’ah.
Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah
ayat 3 yang berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ
وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا
بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“diharamkan bagimu(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu jangan
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini, telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa kerena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS Al Maidah
[5]:3)
Dalam konteks menjaga agama
(Hifzhud
Din) ayat ini telah menjelaskan
bagaimana Allah telah mengatur secara detile tentang apa-apa yang harus
dilakukan dan dihindari oleh umat muslim. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa
memakan bangkai, darah, daging babi, dll adalah haram hukumnya. Maksud dari
ayat ini adalah kita telah diberi batasan oleh syari’ah-syari’ah agama islam
dalam melakukan (bertindak) sesuatu. Apabila melanggar atau melakukan hal-hal
yang di larang dalam syari’ah hal ini dihukumi berdosa. Dan salah satu dampak
negatif jika kita memakan barang haram adalah dapat menimbulkan kemudhorotan
bagi diri kita sendiri dan dapat menipiskan iman. Hal ini adalah sebagai
perwujudan syariah dalam menjaga agama.
Memperoleh kesempatan
hidup merupakan karunia yang besar bagi kita, karenanya kesempatan yang amat
berharga ini harus kita gunakan untuk selalu mengabdi kepada Allah swt.
Dalam konteks inilah, hak hidup seseorang menjadi hak yang paling asasi
sehinga harus dijaga dan dipelihara. Disinilah sebabnya mengapa Islam amat
melarang kita untuk menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang bisa dibenarkan
sehingga biloa ini dilakukan dosanya amat besar seperti dosa membunuh semua
manusia, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al maidah ayat 32:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ
بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي
الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ
ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Oleh karena itu Kami tetapkan
(suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang
manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS Al Maidah [5]:32)
Ternyata dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang hal yang
berkaitan dengan penjagaan terhadap jiwa. Sungguh maha besar Allah.
Allah telah menganugerahkan
akal kepada manusia sehingga menjadikan manusia itu lebih mulia dibandingkan
dengan makhluk ciptaan allah yang lain. Kita juga diberi potensi untuk menumbuh
kembangkan akal yang diberikan oleh Allah kepada kita. Kita dapat mengasah akal dengan banyak
membaca, memikirkan/merenungkan apa-apa yang ada di muka bumi ini sehingga akal
kita tidak mati dan sia-sia. Memiliki akal yang sehat dan cerdas
merupakan sesuatu yang amat penting, karena dari akal yang sehat itulah akan
lahir pemikiran yang cemerlang dan manusia bisa bersikap dan berprilaku yang
baik. Banyak ayat-ayat al-quran yang menjelaskan tentang hal
ini salah satuya ialah Allah swt berfirman dalam
Al-Qur’an surat Al baqarah 164 yang berbunyi :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ
بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ
فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati(kering)Nya, dan
Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al baqarah [2]:164)
2.1.4 Menjaga keturunan
Islam
secara tegas mengatur tentang pernikahan dan mengharamkan perzinahan. Di dalam
al-qur'an telah ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi dan siapa saja yang
tidak boleh dinikahi dan terdapat ayat-ayat yang menerangkan tentang pernikan
dan larangan bagi orang melakukan perzinahan. Seperti terdapat dalam al-qur’an
surat al isro’ ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا تَقْرَبُوا
الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu
mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang
buruk.” (QS Al Isra’ [17]:32)
Maksud
dari menjaga keturunan di sini adalah ketika seorang itu melakukan sebuah perzinahan
hal tersebut bukan hanya menurunkan martabatnya di mata masyarakat tetapi juga
di sisi Allah. Sein itu zinah juga dapat merusak nasab karena apabila sampai
lahir seorang anak perempuan dari hasil perzinahan tersebut, maka anak perempuan itu tidak bisa diwalikan
oleh ayah biologisnya ketika menikah dan apabila tetap diwalikan oleh ayah
biologisnya pernikahan itu tidak sah. Bahkan anak perempuan tersebut juga boleh
dinikahi oleh ayah biologisnya.
Harta ialah barang
(uang dsb) yg menjadi kekayaan; barang milik seseorang;.
Harta bukanlah segalanya dalam
hidup ini tetapi segalanya butuh harta. Oleh sebab itu harta kita juga harus
dijaga dengan baik. Bukan berarti seseorang itu tamak ataupun kikir melainkan
jika kita sebagai umat muslim memiliki harta yang lebih dan dapat memanage
dengan baik, kita dapat dengan mudah membantu sesama yang membutuhkan. Karena
dalam harta kita juga terdapat harta orang lain oleh sebab itu agama islam
mengajarkan umatnya untuk berbagi dengan sesama. Dalam agama islam juga sudah dijelaskan tentang muamalah
sebagai pedoman atau rujukan kita dalam memanage harta yang kita miliki. Banyak
ayat-ayat di dalam Al-qur’an yang membahas tentang muamalah, salah satunya
ialah firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282, yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا
عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ
يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ
مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا
تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ
أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا
ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ
وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ
بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al baqarah [2]:282)
Banyak ayat-ayat yang
lain yang berkaitan dengan hukum-hukum
ekonomi Islam, mulai dari memacu umat islam untuk berinfak dan memberikan pinjaman dan
dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar
bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan kedzaliman
dan kedua pihak tidak merugi.
Strategi adalah ilmu dan
seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan
kebijaksanaan tertentu dl perang dan damai,
strategi juga dapat diartikan sebagai cara atau langkah dalam mencapai tujuan. Syariah juga
memiliki strategi dalam mewujudkan tujuan-nya seperti yang sudah di uraikan
pada sub bab sebelumnya. Di bawah ini akan dijelaskan pula beberapa hal
mengenai langkah syari’ah dalam mewujudkan tujuan-nya. Diantaranya adalah :
·
Memberikan sangsi yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi
(penyimpangan dalam syari’ah).
·
Memberikan batasan-batasan yang jelas terhadap suatu hukum (antara yang
haram, halal, mubah, makruh, dan jaiz).
·
Memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Syari’ah merupakan system kehidupan yang dibuat oleh Allah bagi manusia
dalam hubungan dengan Allah dan hubungan antar manusia. Selain memuat
hukum-hukum islam syari’ah juga memiliki beberapa strategi untuk menerapkan
hukum-hukum tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang utama yaitu
kemaslahatan umat manusia.
Syari’ah merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, dapat
dibayangkan jika tidak ada hukum yang mengatur kelangsungan hidup niscaya
kehidupan di dunia ini akan menjadi kacau, banyak terjadi pertikaian,
permusuhan dan hal-hal negative yang lain yang dapat mengganggu ketentraman
dalam kehidupan. Tidak semua umat muslim patuh terhadap ketentuan syari’ah, hal
ini disebabkan oleh minimnya kesadaran seseorang akan pentingnya suatu
peraturan.
·
Abu Zahrah, Muhamad.1958.Ushulul
Fiqh. Darur Fikri al-Araby.
·
Al-Qur’an dan terjemahannya (depag) RI.
·
file:///D:/study/semester%202/studi%20fiqh/tujuan%20syariat.htm