BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Sebagaimana
teori barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, potensi kognitif, maupun potensi
psikomotorik. Dalam ungkapan Moh. Fadhil al-Jamali, pendidik adalah orang yang
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga terangkat derajat
kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki manusia. Sedangkan
dalam bahasa Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban
sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya
bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
Pendidik
berarti pula orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya,
mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah, dan
mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang
mandiri.
Pendidikan
Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik,
disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya
dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat
personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya sendiri. Kemudian meningkat pada dataran sosial yang berarti bahwa
setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain. Hal ini sesuai
dengan firman Allah QS. Al-Tahrim: 6: yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” (At-Tahrim
(66) : 6).
Dari ayat
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik pertama dan yang utama adalah
orang orang tua dan keluarga, yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan
perkembangan anak-anaknya, karena sukses tidaknya anak akan sangat bergantung
pengasuhan, perhatian dan pendidikan orang tuanya.
Pendidik dalam
pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya
bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang
menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang
pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan
amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat
yang lekat pada setiap orang karena tanggung jawabnya atas pendidikan.
Dari beberapa
pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik dalam pendidikan
Islam adalah setiap orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik
peserta didik menuju pada kedewasaan dan mempunyai kepribadian yang sesuai dan
selaras dengan ajaran Islam.
Karena tuntutan
orang tua itu semakin banyak, anaknya diserahkan kepada lembaga sekolah
sehingga definisi pendidik di sini adalah mereka yang memberikan pelajaran
peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertetnu di sekolah.
Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti orang tua lepas
tanggung jawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua
masih mempunyai saham dalam membina dan mendidik anak kandungnya.
Seorang
pendidik harus dapat mengembangkan kepribadian seorang anak atau peserta didik
dan meyiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat. Profil seorang pendidik
berarti gambaran perilaku kependidikan yang dimiliki dan ditampilkan oleh
seorang pendidik. Oleh karena itu tidak semua orang dewasa dapat dikategorikan
sebagai pendidik. Seorang pendidik harus memperlihatkan bahwa ia mampu mandiri,
tidak tergantung kepada orang lain. Ia dituntut tidak hanya bertanggung jawab
terhadap peserta didik tetapi juga pada dirinya sendiri.
Tanggung jawab
pendidik cukup berat, tanggung jawab ini didasarkan atas kebebasan yang ada
pada dirinya untuk memilih perbuatan yang terbaik menurutnya. Apa yang
dilakukannya menjadi teladan bagi masyarakat. Dengan demikian seorang pendidik
diharapkan mampu mendidik orang lain, maksudnya memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas mendidik dengan baik. Untuk itu seorang pendidik harus
memiliki karakteristik yang melekat pada seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya
dalam mendidik.
Karakteristik
yang harus dimiliki itu adalah sebagai berikut:
- Kematangan diri yang stabil; memahami diri sendiri, mencintai diri secara wajar dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan serta bertindak sesuai dengan nilai-nilai itu, sehingga ia bertanggung jawab sendiri atas hidupnya, tidak menggantungkan diri atau menjadi beban orang lain.
- Kematangan sosial yang stabil; dalam hal ini seorang pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masyarakatnya, dan mempunyai kecakapan membina kerja sama dengan orang lain.
- Kematangan profesional (kemampuan mendidik); yakni menaruh perhatian dan sikap cinta terhadap peserta didik serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang latar belakang peserta didik dan perkembangannya, memiliki kecakapan dalam menggunakan cara-cara mendidik.
Pendidik adalah
merupakan salah satu dari faktor-faktor pendidikan yang mempunyai peranan
sangat penting dalam keberhasilan suatu pendidikan. Dalam Islam, seorang
pendidik sangatlah dihargai dan dihormati kedudukannya.
Pendidik adalah
bapak rohani bagi peserta didik, yang memberikan ilmu, pembinaan akhlak mulia,
dan memperbaiki akhlak yang kurang baik. Oleh karena itu, pendidik mempunyai
kedudukan yang tinggi sebagaimana yang dilukiskan dalam hadits Nabi Muhammad
saw. bahwa: “Tinta seorang ilmuan (ulama’) lebih berharga ketimbang darah
para syuhada’ “. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat
seorang Rasul. Dalam hal ini Syaukari bersyair:
قم للمعلم وفه التبجيل Z كادالمعلم ان يكون رسولا
“Berdiri dan
hormatilah guru dan berilah penghargaan seorang guru itu hampir saja merupakan
seorang Rasul”.
Al-Ghazali
menukil beberapa teks hadits yang berkenaan dengan keutamaan seorang pendidik,
dan berkesimpulan bahwa pendidik merupakan orang-orang besar yang aktivitasnya
lebih baik dari pada ibadah setahun. Selanjutnya; Al-Ghazali berasumsi bahwa
pendidik merupakan pancaran cahaya keilmuan dan keilmihannya. Apabila dunia
tanpa ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: “pendidikan
adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas
maupun binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah”.
Keutamaan
seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya, karena tugas
mulia dan berat yang dipikul hampir sama dan sejajar dengan tugas seorang
Rasul. Dari pandangan ini, dapat dipahami bahwa tugas pendidik adalah mengajak
manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menurut
Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
mensucikan, serta membawakan hati nurani untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepaba Allah swt.
Dalam paradigma
“Jawa”, pendidik diidentikkan dengan guru yang artinya digugu dan ditiru. Namun
dalam paradigma baru, pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengajar, tetapi
juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar yaitu relasi dan
aktualisasi sifat-sifat Ilahi manusia dengan cara aktualisasi potensi-potensi
manusia untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
Berkaitan
dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui dan memahami nilai, norma moral
dan sosial, serta berusaha berperilaku den berbuat sesuai dengan nilai dan
norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala
tindakan-tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Seorang
pendidik dituntut mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas
keguruannya. Hal ini menghindari adanya benturan fungsi dan peranannya,
sehingga pendidik bisa menempatkan kepentingannya sebagai individu, anggota
masyarakat, warga negara, dan pendidik sendiri. Antara tugas keguruan atau
kependidikannya dan tugas lainnya harus ditempatkan menurut proporsional dan
prioritasnya. Beberapa tugas dan fungsi pendidik, diantaranya:
1.
Sebagai pengajar (instruksional) yang
bertugas merencanakan program pengajaran dan program yang telah disusun serta
mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilaksanakan.
2.
Sebagai pendidik (educator) yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian kamil
seiring dengan tujuan Allah menciptakannya.
3.
Sebagai pemimpin (managerial) yang
memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik, dan masyarakat yang
terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang
dilakukan.
Kode etik
pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan antara pendidik
dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, serta dengan atasannya.
Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, namun secara intrinsic
mempunyai kesamaan yang berlaku secara umum. Pelanggaran terhadap kode etik
akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik.
Di antara kode
etik tersebut adalah seorang pendidik harus bersikap penyantun dan penyayang,
menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap terbuka dan tabah,
bersifat merendah ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat, meninggalkan
sifat yang menakutkan pada peserta didik, dan lain-lain.
Sedangkan untuk
syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pendidik banyak ahli yang
mengemukakan pendapatnya masing-masing.
Al-Kanani
mengemukakan syarat seorang pendidik atas tiga macam, yaitu: 1) yang berkenaan
dengan dirinya sendiri; 2) yang berkenaan dengan pelajaran atau materi; 3) yang
berkenaan dengan murid atau peserta didiknya.
Muhammad
Athiyah al-Abrasyi mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat bagi
pendidik, yaitu: 1) pendidik harus zuhud, yakni ikhlas dan bukan semata-mata
bersifat materialistik; 2) bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapi dan
bersih, dalam akhlaqnya juga baik; 3) bersifat pemaaf, sabar dan pandai menahan
diri; 4) seorang pendidik harus menjadi seorang bapak sebelum menjadi pendidik
(mencintai peserta didik seperti anak sendiri); 5) mengetahui tabiat dan
tingkat berfikir anak; 6) menguasai bahan pelajaran yang diberikan (guru).
Dalam literatur
yang lain seperti dalam ilmu pendidikan Islam Prof. Ramayulis, disebutkan
beberapa syarat pendidik, yaitu: 1) beriman; 2) bertaqwa; 3) ikhlas; 4)
berakhlaq; 5) berkepribadian yang integral (terpadu); 6) bertanggung jawab; 7)
cakap; 8) keteladanan; 9) memiliki kompetensi kependidikan yang mencakup:
kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan pengajaran, dan
kompetensi dalam metode dan pendekatan dalam pendidikan.
Syarat dan kode
etik ini merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
mengingat tanggung jawab seorang pendidik sangat besar dalam pendewasaan dan
pembentukan kepribadian peserta didik yang sesuai dengan ajaran Islam.
Definisi wewenang, menurut para ahli, yaitu :
1. George
R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk
memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan
wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan
dan grup.
2. Mac Iver
R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan
social, yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan
penting dalam masyarakat.
3. Soerjono
Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang
dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
4. Max weber,
wewenang adalah sebagai kekuasaan yang sah.
2.2.1.1
Wewenang
kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Wewenang
karismatik merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu
kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Dasar
wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu pelaturan (hukum), akan
tetapi bersumber padadiri pribadi individu bersangkutan. Wewenang kharismatis
tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang rasional maupun tradisional.
Sifatnya cendrung irasional. Adakalanya charisma dapat hilang, karena
masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai paham yang berbeda.
Wewenang
tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang. Wewenang ini
dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Cirri-ciri utama
wewenang tradisional yaitu :
1.
Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai
wewenang, serta orang lain yang ada dalam masyarakat.
2.
Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir
secara pribadi.
3.
Dapat bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan tradisional.
Wewenang
rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang
berlaku dalam masyarakat. sistem hukum ini dipahamkan sebagai kaidah yang telah
diakui, ditaati masyarakat, dan telah diperkuat oleh Negara.
(Soekanto, 1990:281)
2.2.1.2
Wewenang resmi
dan tidak resmi
Wewenang yang
berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut wewenang tidak resmi karena
bersifat spontan, situasional, dan factor saling kenal. Contohnya pada cirri
seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah tangga atau pada diri seorang
yang sedang mengajar di kelas.
Wewenang resmi
sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang ini dapat
dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib
yang tegas dan bersifat tetap.
(Soekanto, 1990:285)
2.2.1.3
Wewenang
pribadi dan territorial
Wewenang
pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok, dan
unsur kebersamaannya sangat berperan penting. Para individu dianggap lebih
banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris,
yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang.
Wewenang
territorial, yang berperan penting yaitu tempat tinggal. Pada kelompok
teroterial unsure kebersamaan cendrung berkurang, karena desakan factor-faktor
individualisme. Wewenang pribadi dan territorial sangat berbeda namun dalam
kenyataan keduanya berdampingan.
2.2.1.4
Wewenang
terbatas dan menyeluruh
Wewenang
terbatas merupakan wewenang yang tidak mencangkup semua sector dalam bidang
kehidupan, namun terbatas pada salah satu sector bidang. Contohnya, seorang
mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang yang
menjadi urusan wewenang mentri luar negri.
Wewenang
meenyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang
kehidupan tertentu. Contohnya, bahwa setiap Negara mempunyai wewenang yang
menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
Seperti
diketahui bahwa pembinaan mental anak didik tidaklah dimulai dari sekolah, akan
tetapi dimulai dari rumah (keluarga), sejak si anak dilahirkan ke titik
maksimal yang dapat sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan dunia, mulailah ia
menerima didikan-didikan dan perlakuan-perlakuan. Mula-mula ibu bapaknya,
kemudian dari anggota keluarga yang lain (saudara) dan kemudian dari lingkungan
masyarakatnya.
Hal
demikian memberikan warna dan mempengaruhi dasar-dasar pembentukan
kepribadiannya. Pembinaan, pertumbuhan mental dan kepribadiannya itu kemudian
akan ditambah dan disempurnakan oleh sekolah. Orang tua seharusnya memberikan
pendidikan agama pada anak-anaknya sejak kecil, bahkan sejak masih dalam
kandungan, sebab disadari atau tidak, hal ini akan mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir terutama pada perkembangan dan
pertumbuhan aspek kejiwaannya.
DR.
Zakiah Daradjat dalam bukunya “Kesehatan Mental” mengemukakan tentang
pentingnya fungsi pendidikan Islam baik di rumah, di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat. Beliau mengatakan bahwa: Pendidikan agama Islam
mempunyai fungsi yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan
kepribadian dan mental anak, karena pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek
terpenting, yaitu aspek pertama yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan
kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada pikiran yakni pengajaran
agama Islam itu sendiri.
Aspek
pertama dari pendidikan Islam adalah yang ditujukan pada jiwa atau pembentukan
kepribadian. Artinya bahwa melalui pendidikan agama Islam ini anak didik
diberikan keyakinan tentang adanya Allah swt. Aspek kedua dari pendidikan Agama
Islam adalah yang ditujukan kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu
pengajaran Agama Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah
swt, beserta seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang
dikandung oleh setiap firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan
dipahami secara benar.
Di sini
anak didik tidak hanya sekedar diinformasikan tentang perintah dan larangan,
akan tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana beserta
argumentasinya yang dapat diyakini dan diterima oleh akal. Fungsi pendidikan
Agama Islam di sini dapat menjadi inspirasi dan pemberi kekuatan mental yang
akan menjadi bentuk moral yang mengawasi segala tingkah laku dan petunjuk jalan
hidupnya serta menjadi obat anti penyakit gangguan jiwa.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Agama Islam adalah:
1) Sebagai pengembangan potensi, 2)
Sebagai pewarisan budaya, 3) Sebagai wahana interaksi antara potensi dan budaya, 4) Untuk melihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat lokal, nasional, dan internasional, 5) Untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan per-kembangan kehidupan manusia.
BAB III
IMPLIKASI DAN PEMBAHASAN
Globalisasi
(mendunia) merupakan suatu proses atau tatanan yang menyebabkan seseorang, atau
suatu Negara saling dihubungkan dengan masyarakat atau Negara lain akibat
kemajuan teknologi komunikasi diseluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, dalam
era globalisasi, peristiwa-peristiwa yang terjadi disuatu Negara dapat
diketahui dengan cepat oleh bangsa atau Negara lain. Hubungan yang lebih bersih
efektif ini menyebabkan unsur-unsur budaya asing menjadi mudah masuk kesuatu
Negara.
Unsur-unsur
budaya luar itu tentu tidak semuanya baik dan cocok bagi suatu masyarakat atau
negara. Unsur-unsur positif diantaranya adalah ilmu pengetahuan, cara berfikir
kritis, rasional, menghargai waktu dan lain-lain.Masuknya teknologi asing ke
Indonesia melahirkan berbagai kegiatan industri, baik yang padat karya maupun
yang padat modal. Pertukaran unsur positif antarnegara ini dapat memperkaya dan
melengkapi suatu bangsa. Sedangkandampak negatif dari globalisasi diantaranya
adalah bergesernya norma dan nilaimoral sehingga menjadi lebih lunak (bisa
ditawar).Remaja adalah generasi yang sangat potensial bagi perkembangan
Islamsaat ini, karena pada saat ini remaja-remaja lebih cenderung kepada
hal-hal yang bisa menjerusmuskan diri mereka kepada perbuatan-perbuatan yang
tidak jelas
Oleh karena
itu, bagi para penggerak remaja Islam khususnya di Indonesia hendaknya bisa
menangkap perkembangan arus globalisasi sekarang ini, agar bisa mengarahkan
remaja-remajanya kepada hal-hal yang positif. Mungkin dengan mengadakan sebuah
kajian yang sedang hangat/ngetren di dunia remaja saat ini dengan melakukan
lewat pendekatan pendidikan Islam. Dengan melalui pendidikan agama Islam ini,
para remaja bisa terarahkank epada hal-hal yang positif dan siap bersaing
menghadapi arus globalisasi yang serba canggih ini. Karena pada masa sekarang
ini jika para remaja Islam tidak dibekali oleh pendidikan agama islam maka
lambat-laun generasi-generasi Islam akan meninggalkanya.
Manusia adalah
merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan baik itu kebutuhan
jasmani maupun kebutuhan rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya.
Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa
berpengaruh pada kehiduan. Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu
ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai
kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan
kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya
kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk apa
dia diciptakan.
Jaman sekarang
agama telah menjadi nomer kesekian untuk para remaja. Ini dibuktikan dengan
para remaja kini melalaikan kewajibannya pada Allah, mereka mementingapa yang
mereka inginkan saja. misalkan ketika adzan telah dikumandangkan seharusnya
sebagai orang islam harus menyegerakan untuk sholat, ini disebabkan karena
remaja jaman sekarang kurang memahami akan pentingnya pendidikan agama.
Bagaimana bisa remaja sekarang memahami lebih tentang agama, di sekolah umum sekarang
saja pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu, apalagi dalam kuliah saja
jarang mendapatkan mata kuliah agama.
Agama sangatlah
penting untuk pedoman hidup kita, karena pendidikan agama bisa membuat kita
lebih bisa menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena dalam
pendidikan agama berisi tentang aturan-aturan kehidupan dan pengendali dari
dari perbuatan keji dan mungkar. Sutarno (2006:1.40) memberikan penjelasan
bahwa “nilai-nilai keagamaan akan merupakan landasan bagi anak untuk kelak menjadi
orang yang dapat mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bersifat negative”.
Jadi, kebutuhan
agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai
suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya. Usia yang baik atau
perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya pemakalah akan mencoba
menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini.
Dan hendaknya
pula bagi orang tua khususnya dan juga bagi kita semua untuk menegur sang anak
apabila dia membaca sesuatu yang tidak bermanfaat baginya, terlebih lagi
apabila dia membaca hal-hal yang tidak pantas untuk dia baca. Dan juga
hendaklah kita selalu berusaha untuk menghadirkan atau memberikan buku-buku
bacaan yang bermanfaat bagi sang anak, karena hal itu bisa menambah keilmuan
sang anak dan juga bisa menghindarkan sang anak dari membaca bacaan-bacaan yang
tidak bermanfaat.
Kemudian tidak
kalah pentingnya juga adalah mengajari sang anak untuk menegakkan sholat karena
sholat merupakan tiang agama ini. Dan sholat ini merupakan pembeda antara
seorang yang muslim dan yang kafir. Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya): perintahkanlah anak-anak kalian untuk sholat ketika
sudah berumur tujuh tahun, dan pukullah (jika mereka enggan) ketika sudah
berumur sepuluh tahun. (HR. Ahmad dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari
kakeknya)
Dalam hadits
ini walaupun disebutkan tujuh tahun baru diperintah untuk sholat, namun bukan
berarti kita membiarkan anak-anak yang belum tujuh tahun untuk meninggalkan
sholat. Namun kita tetap berusaha melatih mereka walaupun belum mencapai tujuh
tahun untuk mengerjakannya agar mereka terlatih semenjak kecilnya. Dan diantara
bentuk mengajari sang anak sholat adalah kita mengajaknya untuk mengerjakan
sholat, walaupun mungkin sang anak baru bisa mengikuti gerakan-gerakannya saja,
tapi minimalnya ini sudah menggambarkan baginya tentang sholat dan dikemudian
hari dia melakukannya dengan yang lebih sempurna.
Dan kita lihat
sekarang ini, banyak diantara anak-anak kaum muslimin yang mereka meninggalkan
sholat. Mereka sibuk bermain kesana kemari atau dengan hal – hal yang lainnya.
Ini adalah diantara akibat sang anak tidak dididik semenjak kecilnya untuk
mengerjakan sholat sehingga tatkala telah besar mereka pun dengan mudah
meninggalkan sholat.
Oleh karena itu,
sudah sepantasnya bagi kita semua untuk memperhatikan pendidikan agama bagi
anak-anak kita. Dan disana masih banyak lagi hal-hal penting yang sudah
sepantasnya diajarkan kepada sang anak semenjak dia kecil.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya pendidikan
islam memiliki beberapa fungsi, yakni : 1) Sebagai pengembangan potensi, 2) Sebagai pewarisan budaya, 3) Sebagai wahana interaksi antara potensi dan
budaya, 4) Untuk melihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat lokal, nasional, dan internasional, 5) Untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan per-kembangan kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar