BAB II
PEMBAHASAN
Pengetahuan (knowledge) dalam Webster’s New
Collegiate Dictionary diartikan (1) the
fact or condition of knowing something with familiarity gained through
experience or association, (2) the fact or condition of being aware of
something, (3) the fact or condition of having information or being learned,
(4) the sun of what is know: the body of truth, information, and principles
acquired by mankind.[1]
Dapat ditarik suatu pengertian dari Webster’s New
Collegiate Dictionary mengenai arti dari knowledge yakni pengetahuan dapat
diartikan sesuatu hal yang diperoleh sehari-hari, melalui pengalaman,
kesadaran, informasi, dan sebagainya. Knowledge dapat dipahami sebagai
pengetahuan yang mempunyai cakupan lebih luas dan umum (universal).
Sedangkan science (bahasa latin ‘scire’) berarti (1) possession of knowledge as distinguished
from ignorance or misunderstanding, knowledge attain through study or practice,
(2) a department of systematized knowledge as an object of study (the science
of theology), (3) knowledge covering general truths or the operation of general
laws esp. as obtained and tested through scientific method; such knowledge
concerned with the physical world and its phenomena (natural Science); (4) a
system or method based or purporting to be based on scientific principles.[2]
Science itu didalamnya terkandung adanya pengetahuan
yang pasti, lebih praktis, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran
umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural). Ilmu mempunyai
cakupan lebih sempit dan khusus dalam arti metodis, sistematis, dan ilmiah.
Manakah nama yang lebih tepat apakah ilmu atau
pengetahuan?
Jika dipilih ‘ilmu’ maka dikhawatirkan bisa terpatri
pada kandungan dalam ilmu yang cakupannya sempit dan pengetahuannya hanya pada
sekitar yang fisis, praktis, pragmatis dan positivis. Padahal kita harus
mengetahui pegetahuan dalam hal lain yang bersifat non-fisis, kualitatif, dan
spekulatif. Maka nama yang paling tepat yaitu Ilmu Pengetahuan, mengingat ilmu
dan pengetahuan itu merupakan hal yang sama-sama pentingnya bagi kehidupan
manusia. Perbedaan ilmu dan pengetahuan itu seperti diagram di bawah ini :

Ada beberapa pemikiran filosof yang dapat dijadikan
referensi tentang dipilihnya nama ‘ilmu pengetahuan’, salah satunya adalah :
· Filosof
yunani kuno (greek philosopher)
Gorgias of Leontinoi mengemukakan tiga proporsi penting: pertama,there is nothing; kedua,
if there were something, we wouldn’t be able to know it; ketiga, assumed that there were
something and it were knowable(dalam Bochenksi, philosophiy an Instrustion: 1972). Melalui tiga proporsinya itu,
Gorgias memberitahukan kepada kita bahwa ia telah memperoleh beberapa
pengetahuan yang pasti mengenai ketidakadaan sesuatu, mengenai ketidakmampuan
mengetahui sesuatu meskipun ada, dan diduga secara pasti bahwa ada sesuatu dan
dapat diketahui. Jadi pengetahuan yang pasti menurut Gorgias
adalahkeragu-raguan semata-mata terhadap suatu hal.[3]
Dipilihnya
nama ilmu pengetahuan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi
manusia, yakni dapat membuka wawasan dan pemikiran ini menjadi tidak hanya
terbatas pada hal-hal yang bersifat empiric, kenyataan objektif, atau hal ayng
bersifat positif saja. Ilmu pengetahuan antara lain disebutkan sebagai
pengetahuan yang benar dan pasti mengenai suatu objek tertentu yang kongkret, dan
yang diperoleh secara metodikdan sistematik. Jadi ada beberapa poin yang dapat
dipakai untuk mengidentifikasi adanya ilmu pengetahuan yaitu, objek, metode,
system, dan kebenaran.
Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary objek
adalah 1) something that is or is capable
of being seen, touched, or otherwise sensed; something physical or mental of
which a subject is cognitively aware, 2) an end toward which effort or action
or emotion is directed (GOAL); 3) a thing that forms an element of or
constitutes the subject matter of an investigation or since.
Dapat ditarik pelajaran dari Webster’s New
Collegiate Dictionary bahwa objek adalah sesuatu yang dapat dilihat, disentuh,
dan diindra; sesuatu yang dapat disadari secara fisis atau mental; suatu tujuan
akhir dari kegiatan atau usaha; dan suatu hal yang menjadi masalah pokok suatu
penyelidikan.[4]
Dapat dipahami bahwa objek adalah sasaran pokok atau
tujuan penyelidikan keilmuan. Objek sendiri dibagi menjadi dua yaitu objek
materi dan objek forma.
a.
Objek Materi
Objek materi adalah sasaran pokok
penyelidikan berupa materi atau materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran
dan penelitian. Objek materi baik yang material maupun yang non-material
merupakn suatu subtansi yang tidak mudah diketahui. Di dalamnya terkandung
segi-segi yang secara kuantitatif berganda, secara kualitatif
bertingkat-tingkat dari yang kongkret sampai ke tingkat abstrak.
Kita ambil contoh manusia sebagai objek
materi, secara kuantitatif objek materi manusia meliputi ras, suku, bangsa,
kelamin, dan sebagainya. Secara kualitatif meliputi kepribadian, dan
individualitasnya yang selanjutnya menjadi kompleks dalam sikap dan perillaku
hidupnya.
Karena objek materi itu memiliki jumlah
yang banyak dan tak terbatas sedangkan kemampuan akal fikiran manusia itu
terbatas hal ini menjadikan adanya pembatasan-penbatasan terhadap hal ini.
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembatasan ini adalah pada jenis objek
(manusia, benda, dan sebagainya), selanjutnya adalah sudut pandang (menurut
segi mana materi itu diselidiki). Penentuan akan jenis objek itulah yang lalu
menjadi objek materi tertentu dan penentuan titik pandang itu kemudian menjadi
objek forma.
b.
Objek Forma
Objek forma ini menjelaskan tentang
pentingnya arti, posisi dan fungsi objek di dalam ilmu pengetahuan. Dengan
menentukan objek forma maka objek kajian ilmu pengetahuan mengenai objek
materinya menjadi berjenis, bersifat, dan berbentuk khusus, jelas dan real.
Tadi telah diberikan manusia sebagai objek materi, yaitu meliputi banyak hal
dalam diri manusia. Secara keseluruhan manusia memiliki aspek-aspek kejiwaan,
keragaman, keindividuan, kesosialan serta ketuhanan. Masing-masing dari aspek
itu memiliki kemungkinan memunculkan pluralitas jenis, sifat dan bentuk ilmu
pengetahuan tentang manusia yang berbeda-beda. Dari sinilah kemudian muncul
berbagai macam ilmu pengetahuan khusus manusia, seperti psikologi, antropologi,
sosiologi, teologi, das sebagainya. Pengetahuan manusia yang tadinya bersifat
umum universal menjadi khusus, rinci, jelas, pasti, real dan kongkret. Dapat
dipahami bahwa menurut objek forma ilmu pengetahuan itu justru cenderung
berbeda-beda dan berjenis-jenis bentuk dan sifatnya.



Perlu
diingat bahwa terhadap suatu objek materi yang sama, dalam setiap ilmu
pengetahuan, terkandung tanggung jawab etis, yaitu konsekwensi dan konsistensi terhadap
tujuan pokok.
Metode berasal dari bahasa yunani ‘methodos’ yang
berarti jalan. Sedangkan bahasa latin ‘methodus’ berarti cara. Dalam bahasa
inggris ‘method’ yang berarti: (1)
procedure or process for attaining an object; a systematic procedure,
technique, or made of inquiry by or proper to a particular discipline or art.
(2) a discipline that deals with the principles and techniques of scientific
inquiry(Webster’s: 1979).
Kadang kala sering pengertian antara metode di
campuradukkan dengan metodologi. Padahal keduanya cukup berberbeda. Dari
keterangan di atas dapat dipahami bahwa metode adalah suatu proses atau
prosedur yang sistematik berdasarkan prisip-prisip dan tekhnik-tekhnik ilmiah
yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk
metode-metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Jika dilihat dari sifat keduanya cukup berbeda, yakni sifat dari
metode adalah khusus sedangkan metodologi bersifat umum.
Menurut Peter R. Seen, metode adalah “suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis”.
Sedangkan metodologi adalah “suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode tersebut”.[5]
Sudah dijelaskan didalam pembahasan objek jika ilmu
pengetahuan itu bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu suatu kebenaran yang pasti mengenai suatu objek penyelidikan.
Metode ilmiah yang digunakan tidak boleh bertentangan karena metode yang
digunakan harus sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan (objek forma). Jiika
diantara keduanya tidak sesuai sudah dapat dipastikan jika tujuannya tidak akan
tercapai. Apabila ruang lingkup dan tujuan suatu objek studi itu jenis, bentuk
dan sifatnya kuantitatif maka metode yang digunakan juga harus kuantitatif,
bagitu juga sebaliknya.
Titus dkk. (dalam Persoalan-Persoalan Filsafat:1984)
menunjukkan beberapa indikasi antara lain : ada yang bersifat obserfativ(menurut pengamatan ilmiah
dengan menggunakan pengindraan untuk mengambil kesimpulan tentang hubungan,
sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara trial and eror (melakukan percobaan-percobaan untuk memperoleh
keberhasilan); ada pula yang eksperimental(penelitian
menggunakan teknik mengontrol keadaan); dan ada yang dengan cara statistic dan sampling (dengan menentukan sampel, peneliti mengumpulkan
data-data untuk dianalisis dan diklasifikasikan untuk kepentingan induksi).[6]
Dari beberapa jenis metode diatas yang
paling sering digunakan adalah metode Observasi. Perlu diketahui bahwa
observasi itu berbeda dengan pengamatan biasa.seperti yang diungkapkan oleh Van
Peursen bahwa di dalam observasi subjektifitas diri perlu dikesampingkan,
sedangkan di dalam pengamatan sehari-hari amat bersifat emosional (hal-hal
seperti prasangka, pilih kasih,dan sebagainya). Sehingga pengamat perlu
membersihkan diri, melupakan apa yang diketahui, dan seolah-olah melakukan
pengamatan dengan mata baru.[7]
Metode ini memiliki cara kerja yang amat
sederhana, yakni belajar sambil
mengerjakan (learning by doing). Tetapi metode ini jarang digunakan oleh
para ilmuan dalam kegiatan penelitian. Biasanya metode ini digunakan sebagai
dasar penyusunan hipotesis (disusun secara coba-coba). Bagi ahli filsafat
metode ini digunakan untuk menguji
ide-idke atau system pemikiran sejauh mana tingkat koherensi dan konsistensi
baik secara factual maupun logika.
Metode ini berperan penting dalam
memjamin akan kebutuhan objektifitas dan agar pengamatan menjadi semakin
teliti. Metode ini banyak digunakan dalam sains. Contohnya untuk meningkatkan
produksi daging, mengganti factor makanan jenis lain sementara faktor-faktor
lain dibiarkan tetap.Cara kerja dari metode ini adalah: pengamat mengontrol
keadaan atau kondisi, mengganti suatu faktor pada suatu waktu, dan membiarkan
faktor-faktor lain tetap tanpa perubahan, agar dapat mdencatat hasilnya, apakah
ada perbedaan dalam hasil eksperimen.
Statistik, dalam bahsa inggris statistic
berarti ‘a single term or datum in a
collection of statistic’. Metode ini merupakan syarat bagi ilmu pengetahuan
karena metode ini merupakan salah satu cara mengumpulkan data dan berhubungan
erat dengan pengetahuan analisis dan cara-cara klasifikasi. Metode ini memiliki
tugas yaitu melakukan perhitungan-perhitungan secara generalisasi, yang
membuahkan suatu informasi lebih tepat dan rinci. Metode ini dapat memperkuat
daya prediksi, bisa menjelaskan sebab-akibat terjadinya sesuatu, dapat
menggambarkan suatu contoh fenomena, dan sebagainya.
Hal yang terpenting didalam metode ini
adalah bagaimana menentukan suatu contoh yang tepat sehingga dapat mewakili
keseluruhan. Persoalannya adalah pada objek yang sifatnya homogen, rupanya
sampel yang dipilih secara acak pun cukup memberikan akurasi hasil. Tetapi pada
objek yang hetrogen peneliti harus berhati-hati karena banyak factor yang harus
diperhatikan.
Bersesuaian dengan Jujun S.S (1987), Titus dkk.
kembali menjelaskan cara kerja ilmiah dengan mengemukakan enam langkah metode
untuk memperoleh pengetahuan, yaitu (1)keinsafan tentang adanya problema, (2)
data yang relevan dan yang tersedia dikumpulkan, (3)data ditertibkan, (4)
hipotesis dibentuk (diformulasikan), (5) deeduksi dapat ditarik dari hipotesis,
dan (6) verifikasi analisis secara deduktif untuk smapai pada suatu kesimpulan.
Langkah-langkah ini dapat dipakai dalam bidang apa saja tetapi hanya terbatas
pada pengalaman manusia. Jadi metode ilmiah juga memiliki keterbatasan,
yaknipada hal-hal yang empirik (dapat dialami secara indrawi), karena itu hanya
terbatas pada bidang-bidang yang fisis dan kuantitatif saja.
Satu hal lagi yang penting dalam cara kerja metode
ilmiah yang pasti menggunakan analisis dan sintetis dengan peralatan pemikiran
induktif atau deduktif. Analisis dalan bahasa inggris adalah ‘analysis’ yang
berarti memisahkan dari suatu keseluruhan kedalam bagian-bagiankomponennya (to separate of a whole into its component
parts). Sedangkan ‘synthesis’, berarti mengombinasikan bagian-bagian atau
komponen-konponen sehingga membentuk keseluruhan (the combination of parts or elements so as to from a whole). Adapun
induksi adalah suatu proses kegiatan penalaran yang bertolak dari suatu bagian,
kekhususan, dan yang individual menuju ke suatu keseluruhan, umum dan universal
(a process of reasoning from a parts,
particulars, and individual to a whole, generals, and universal). Sedangkan
deduksi adalah suatu proses kegiatan penalaran yang bertolak dari keseluruhan ,
umum dan universal menuju ke suatu bagian, kekhususan, dan individual (a process of reasoning from a whole,
generals, and universal to the parts, particulars and individuals).[8]
Soejono Soemargono berpendapat bahwa yang dinamakan
system ialah suatu keadaan atau sesuatu tertentu yang bagian-bagiannya saling
berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Pendapat ini sesuai dengan arti epistimologis dalam bahasa inggris yaitu, “a regulary interacting or interdependent
group of items forming a unified whole”.
Fungsi sistem bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat
mutlak karena sistem berfungsi aktif dalam hal ini, yaitu menggerakkan dan
mengarahkan langkah-langkah yang telah ditentukan didalam metode agar daya
kerja metode itu kontinnu dan konsisten sehingga pencapaian tujuan kebenaran
imiah lebih dapat terjamin.
Ada enam jenis system yang dipakai di dalam ilmu
pengetahuan antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sistem ini sesuai dengan namanya karena
sistem ini tidak memungkinkan bagi masuknya unsur-unsur baru kedalamnya. Sistem
ini banyak membantu langkah-langkah penyelidikan dalam hal penyusunan hipotesis
sampai penyusunan kesimpulan dan sistem ini banyak berhubungan dengan objek
yang bersifat kuantitatif dan metode penyelidikan deduktif. Misalnya, susunan
alam semesta yang merupakan satu kesatuan ini terdiri atas unsur-unsur yang
jumlah an jenisnya tetap tidak mengalami perubahan berupa pengurangan dan
penambahan sejak dari mulanya sampai masa berakhirnya.
Sistem ini dimaksudkan untuk memberikan
peluang bagi masuknya unsur-unsur baru, agar memungkinkan bagi kelangsungan
keberadaan adanya sesuatu. Dengan sistem terbuka, penyelidikan akan lebih
verifikatif, sehingga lebih memungkinkan untuk mencapai tujuan yaitu kebenaran
ilmiah. Sistem terbuka lebih banyak digunakan bagi objek penyelidikan
kualitatif dan metode penyelidikan induktif.
Sistem ini memang sudah sejak semula
merupakan suatu kesatuan yang utuh, dalam rangka tujuan yang telah pula
ditentukan sejak semula. Misalnya, susunan alam semesta ini baik secara
keseluruhan maupun secara bagian-bagian merupakan satu keutuhan. Secara
kesseluruhan telah dikemukakan di dalam contoh sisitem tertutup di atas.
Sedangkan secara bagian-bagian, lihatlah pada diri manusia. Misalnya, sejak
semula ia memiliki sistem alami secara unik sehingga tidak sama dengan
binatang. Dengan sistem alami, penyelidikan mendapatkan landasan objektif
berupa sifat-sifat keras objek penyelidikan. Sistem ini sangat berguna bagi
pencapaian kebenaran objektif.
Sistem ini jelas merupakan hasil karya
manusia. Hal ini diciptakan secara sengaja untuk memenuhi segala macam
kebutuhan sehari-hari yang semakin kompleks, yang disebabkan oleh perkembangan
kuantitas itu sendiri. Yang demikian ini mungkin, karena ia memiliki potensi
cipta, rasa, dan karsa itu. salah satu contoh sistem buatan dapat dilihat
perkembangan pengetahuan menjadi suatu sistem filsafat, lalu menjadi berbagai
macam sistem ilmu pengetahuan, dan akhirnya menjadi sistem tekhnologi yang amat
berfungsi sebagai alat-alat pelengkapan bagi pemenuhan kebutuhan hidup
sehati-hari.
Sistem ini sebagai perkembangan dari
sistem buatan tadi. Hal ini dibuat agar lebih dapat memudahkan bagi tercapainya
salah satu tujuan hidup. Di dalam sistem ini, masalah centralnya sengaja
diletakkan pada titik central suatu lingkaran. Dari sini, orang mulai
menjelaskan sejauh mana masalah itu dapat memengaruhi bidang-bidang lain.
Semakin jauh dari titik central, suatu bidang akan mendapatkan pengaruh yang
semakin lemah. Sistem ini dapat di asosiasikan dengan suatu berkas sinar yang
semakin jauh, semakin berkurang kekuatan sinarnya. Dengan sistem daur , maka
habitat (sifat-sifat mapan) objek penyelidikan dapat menjadi jelas, sehingga
jalannya penyelidikan menjadi tetap konsisten.
Sistem garis lurus juga merupakan
perkembangan dari sistem buatan. Agar dapat mencapai tujuan yang lebih mudah,
maka dengan sistem ini isusunlah perjenjangan mulai dari yang paling rendah.
Susunan ini memperlihatkan suatu tatanan bahwa jenjang yang lebih rendah
mendasarkan diri kepada jenjang yang lebih tinggi, dan begitu seterusnya.
Dengan sistem linier maka proses kausalitas keberadaan objek dapat diketahui,
sehingga sangat membantu penyelidikan untuk mendapatkan kebenaran.
Kebenaran ilmiah adalah suatu pengetahuan yang jelas
dan pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah ini
bersifat objektif, didalamnya terkandung sejumlah pengetahuan dengan sudut
pandang yang berbeda-beda tetapi saling bersesuaian. Dalam epistemologi
kebenaran dibahas secara khusus. Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan
pengetahuan manusia (subjek yang mengetahui) mengenai objek. Sedangkan
pengetahuan berasal mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itu, kemudian
sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran.
Rasio
dan pengalaman indrawi, merupakan sumber utama sekaligus sebagai ukuran
kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Kedua sumber itu didalam filsafat dikenal
dengan rasionalisme dan empirisme. Sumber rasio lebih bersangkutan dengan
objek-objek umum, abstrak dan non-fisis sedangkan sumber pengalaman lebih
bersangkutan dengan objek-objek yang khusus, konkret dan fisis.
Rasionalisme
dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650) filosof dari Perancis. Dengan sifat
keraguan-raguannya terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, ia
mencoba mencari kebenaran yang jelas, tegas dan pasti, dan kebenaran itu ada
pada ide yang disebut idea innate (ide bawaan, terang benderang), yang hanya
dapat ditangkap dengan akal pikiran. Pada prinsip dasar yang dimilikinya, dia
berfikir bahwa semua kebenaran dapat dikenal karena adanya kejelasan dan
kepastian yang dihasilkan oleh kemampuan berfikir itu sendiri. Karena itu, ia
berpendapat bahwa segala sesuatu yang disaksikan oleh pengalaman indrawi
mengandung kesesatan.
Empirisme
dipelopori oleh John Locke (1632-1704), salah seorang pengagum deskartes dari
Inggris. Menurut Locke, pada mulanya rasio manusia itu bagaikan tabularasa,
seperti kertas atau lilin putih bersih dan licin. Dikatakan selanjutnya bahwa
ada dua macam jenis pengalaman, yaitu pengalaman lahir atau sensation dan
pengalaman batin atau refleksion. Kedua sumber pengalaman ini, menghasilkan
ide-ide tunggal atau simple ideas.
Ada
tiga teori yang popular dipakai sebagai landasan dasar pengukuran kebenaran
ilmiah. Yaitu :
Teori koheren ini dikembangkan oleh kaum
idealis, dan sering disebut sebagai teori saling hubungan atau teori
konsistensi. Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa ‘suatu proposisi
cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan
proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam
keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Kaum idealis mengembangkan teori
koheren dengan menekankan pada adanya hubungan antara proposisi yang satu
dengan yang lain secara menyeluruh. Teori ini masih mengandung kelemahan yaitu
belum menunjuk adanya korespondensi dengan fakta. Sebab, suatu pendapat tidak
ada artinya meskipun pendapat itu logis dan sistematis jika tidak ada
hubungannya dengan fakta. Teori koheren hampir tidak memecahkan persoalan
sehari-hari.
Teori koresponden ini, diterima oleh
kaum realis dan bahkan mungkin oleh kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa ‘suatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan itu benar.
Jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Kebenaran adalah persesuaian antara
pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri’.
Kebenaran melalui teori pragmatisme
bermula dari keyakinan, yaitu suatu sikap yang pasti berdasarkan pengetahuannya
mengenai suatu objek. Selanjutnya sikap itu harus dilaksanakan secara konsekuen
dan konsisten, yaitu berupa langkah-langkah yang berhubung-hubungan dalam satu
sistem, di mana langkah yang pertama berguna dan dapat dikerjakan bagi
langkah-langkah selanjutnya. Dengan perinsip-perinsip yang demikian itu dapat
terwujud dan menghasilkan sesuatu yang memuaskan.
Ketiga teori kebenaran itu dapat
diberlakukan pada ilmu pengetahuan yang memiliki objek materi dan ruang lingkup
berbeda-beda. Teori koheren kiranya lebih tepat diberlakkukan pada ilmu
pengetahuan kefilsafatan, karena teori ini bersifat umum dan universal.
Sedangkan teori koresponden karena sifatnya yang konkret maka lebih tepat
diperlakukan bagi ilmu pengetahuan teoritik empirik (sciences). Karena sifat praktisnya, teori pragmatis ini lebih tepat
diberlakukan pada ilmu terapan atau ilmu pengetahuan siap pakai (applied sciences/discipline).
PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang benar dan
pasti mengenai suatu objek tertentu dan kongkret, dan yang diperoleh secara
metodik dan sistematik. Jadi dengan demikian, secara otomatis ada poin-poin
yang mengiringi proses terbentuknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.
Poin-poin yang mengikutinya yaitu objek, metode, system, dan yang terakhir
adalah kebenaran ilmiah.
Ke-empat poin tersebut harus ada dalam ilmu
pengetahuan karena poin tersebut saling terkait. Ilmu pengetahuan memerlukan
objek kajian dalam ilmunya. Objek kajian ini ada dua macam, yakni material dan
formal. Penentuan akan jenis objek itu lalu menjadi objek materi tertentu dan
penentuan titik pandang itu kemudian menjadi objek forma.
Setelah mengetahui objek kajiannya perlu diketahui
bahwa ilmu pengetahuan juga memiliki metode untuk mengkaji objek yang dimiliki
sehingga menghasilkan kebenaran objektif dan dapat dibuktikan. Metode yang ada
juga bermacam-macam tetapi yang umum digunakan adalah metode observasi.
Telah diuraikan diatas bahwa dalam
usahanya memperoleh pengetahuan yang benar dan objektif mengenai suatu objek
materi ilmu pengetahuan menentukan objek forma dan metode ilmiah. Di samping
itu ilmu pengetahuan harus ada dalam sistem tertentu. Sistem yang ada pada
kajian ini ada 6 macam, diantaranya adalah Sistem berbentuk garis lurus, Sistem
berbentuk lingkaran, Sistem buatan, Sistem alami, Sistem terbuka, Sistem
tertutup.
Dan tujuan dari ilmu pengetahuan adalah
mencapai tujuan kebenaran ilmiah, kebenaran yang bersifat objektif. Dan di
dalamnya terkandung sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang
berbeda-beda, tetapi saling bersesuaian.
[1]
Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, Jogjakarta, 2008, p. 63.
[2]
Ibid,. p. 64.
[3]
Ibid,.p. 65.
[4]
Ibid,.p. 68.
[5]
Jujun S.S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, 1987.
[6]
Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, Jogjakarta, 2008, p. 73.
[7]
Van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan,1985.
[8]
Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, Jogjakarta, 2008, p. 78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar