BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kisah
Kisah berasal dari kata
al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Kata al-qassas
adalah bentuk masdar. Firman Allah :
tA$s% y7Ï9ºs
$tB
$¨Zä.
Æ÷ö7tR 4 #£s?ö$$sù
#n?tã $yJÏdÍ$rO#uä
$TÁ|Ás%
ÇÏÍÈ
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Q.S Al-Kahfi: 64).
Maksudnya kedua orang
itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana keduanya itu datang. Dan dari
firman-Nya melalui lisan ibu Musa (dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya
yang perempuan: Ikutilah dia.)
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{
ÏmÅ_Áè% ( ôNuÝÇt7sù ¾ÏmÎ/
`tã
5=ãZã_ öNèdur w crããèô±o
ÇÊÊÈ
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan:
"Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang
mereka tidak mengetahuinya,
Maksudnya ikutilah
jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya. Qasas berarti berita yang
berurutan. Firman Allah dalam surat Ali-Imran: 62 yang berbunyi
¨bÎ) #x»yd uqßgs9 ßÈ|Ás)ø9$# ,ysø9$# 4 $tBur
ô`ÏB >m»s9Î) wÎ) ª!$# 4 cÎ)ur ©!$# uqßgs9 âÍyèø9$#
ÞOÅ3ysø9$#
ÇÏËÈ
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
Qasas al-quran adalah
pemberitahuan al-quran tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat
(kenabian) yang terdahulu dan tentang eristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Quran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarang
bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejajk setiap umat.
Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
2.2 Macam-macam kisah dalam al-qur’an
1.
Kisah
para nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat
yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan
dakwah serta perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang
mempercayai dan mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Isa, Muhammad serta
nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya.
2.
Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tentang kejadian di masa lalu dan
orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar
dari kampung halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah talut
dan jalut, dua orang putra adam, penghuni gua, orang-orang yang menangkap ikan
dihari sabtu (ashabus sabti), maryam, ashabul ukhud, ashabul fil dan lain-lain.
Salah satu contoh diambil dari kisah dua orang putra adam yaitu Habil dan Qabil
dalam surah al-Maidah ayat 27-28 yang berbunyi:
*
ã@ø?$#ur
öNÍkön=tã
r't6tR
óÓo_ö/$#
tPy#uä Èd,ysø9$$Î/ øÎ)
$t/§s% $ZR$t/öè%
@Îm6à)çFsù ô`ÏB
$yJÏdÏtnr& öNs9ur
ö@¬6s)tFã
z`ÏB
ÌyzFy$#
tA$s% y7¨Yn=çFø%V{
( tA$s% $yJ¯RÎ) ã@¬7s)tGt
ª!$#
z`ÏB
tûüÉ)FßJø9$# ÇËÐÈ .ûÈõs9
|MÜ|¡o0 ¥n<Î)
x8yt
ÓÍ_n=çFø)tGÏ9 !$tB
O$tRr&
7ÝÅ$t6Î/ yÏt
y7øs9Î)
y7n=çFø%L{
( þÎoTÎ) Ú%s{r& ©!$#
¡>u
tûüÏJn=»yèø9$#
ÇËÑÈ
“Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).
ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa". "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk
membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk
membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."
3.
Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah,
seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surah Ali-Imran, perang Hunain dan
Tabuk dalam surah at-Taubah, perang al-Ahzab, hijrah, isra’ dan lain-lain.
2.3 Faedah dan Hikmah Kisah-Kisah
dalam Al-Qur’an
a.
Diantara
faedah kisah-kisah al-quran. Ialah
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan
pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi:
“Dan kami tidak mengutus seseorang rasul pun sebelum kamu
selainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka
sembahlah olehmusekalian akan Aku.” (al-Anbia’ (21): 25).
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah,
memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya
serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
“Dan semua kisah rasul-rasul yang kami ceritakan kepadamu adalah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surah ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (Hud (11):120)
3. Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap
mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang
diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan
generasi
5. Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan
keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan si
kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. Misalnya firman
Allah:
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang
diharamkan oleh Israil (Ya’kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat
diturunkan. Katakanlah : (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan
sebelum taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang
yang benar. ” (Ali ‘Imran
(3):93)
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan menetapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya
kedalam jiwa. Fiman Allah:
“Sesungguhnya
pada kisah mereka itu terdapa pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Yusuf
(12):111).[1]
b.
Pengulangan
Kisah dan Hikmahnya
Qur’an banyak
mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang dibeberapa tempat.
Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam al-Quran dan dikemukakan
dalm berbagai bentuk yang berbeda. Di sebagian tempat ada bagian-bagian yang
didahulukan, sedangkan di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang
dikemukakan secara singkat dan terkadang secara panjang lebar, dan
sebagainya. Diantara himahnya ialah:
1.
Menjelaskan
kebalaghahan Al-Quran dalam bentuk yang paling tinggi. Di antara keistimewaan-keistimewaan
balaghah ialah menerangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan. Dan di
tiap-tiap tempat disebut dengan susunan kalimat yang berbeda-beda dari yang
telah disebutkan. Dengan demikian selalu terasa nikmat kita mendengarkan dan
kita membacanya.
2.
Menunjkkan
kehebatan mu’jizat Qur’an. Sebab menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk
susunan perkataan yang tidak dapat ditantang salah satunya oleh
sastrawan-sastrawan arab, menjelaskan bahwasannya Al Quran itu benar-benar dari
Allah.
3.
Memeberikan
perhatian penuh kepada kisah tersebut. Mengulang-ulang kisah adalah salah satu
cara ta’kid (pengukuhan) dan salah satu dari indikasi betapa besarnya
perhatian. Misalnya kisah Musa dan Fir’aun. Kisah ini menggambarkan secara
sempurna pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan. Dan sekalipun
kisah itu sering diulang-ulang, tetapi pengulangannya tidak pernah teerjadi
dalam sebuah surah.
4.
Karena
perbedaan tujuan yang karenanyalah disebut kisah itu. Di suatu tempat
diterangkan sebagiannya, karena itu saja yang diperlukan dan ditempat lain
disebut lebih sempurna karena demikianlah yang dikehendaki keadaan. [2]
2.4 Contoh Kisah-kisah dalam Al-Quran
A.
Kisah
Nabi Nuh Alaihissalam
Nuh alaihissalam adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah taala
kepada penduduk bumi sesudah Adam Alaihissalam.[3]
Allah mengutus Nuh kepada kaumnya untuk menyeru ibadah kepada allah semata
dan meninggalkan segala bentuk ibadah kepada selainnya, seperti berhala dan
lain-lain. Memperingatkan mereka dari adzab Allah jika menyelisihi dan tidak
beriman kepadanya, akan tetapi mereka tetap saja dalam kekufurannya. Nuh telah
mendakwai kaumnya selama 950 tahun,”dan sungguh, kami telah mengutus Nuh
kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama 1000 tahun kurang 50
tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah
orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Ankabut: 14)
Nuh terus gencar berdakwah selama kurun waktu tersebut siang-malam,
terang-terangan maupun tersembunyi, dia berdebat dengan mereka dan mereka pun
mendebatkannya dalam dakwahnya. Meski demikian, tidak beriman dari kaumnya
kecuali sedikit. Allah tlah mengabarkan takkan beriman dari kaumnya kecuali
orang yang telah beriman dan jumlah mereka itu sedikit seperti yang kami
ungkapkan. Pada saat itu lah nuh berdo’a untuk kebinasaan kaumnya. Allah
mengabarkan tentang do’a nuh, “ dan nuh berkata, “Ya tuhan ku janganlah
engkau biarkan seorangpun diantara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungghny jika engkau biarkn mereka tinggal niscaya mereka akan menyesatkn
hmba-hambamu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jaha dan tidak
tau bersyukur.”(QS. Nuh: 26-27)
Adh-dhahhak berkata, “Maka nuh mendo’akan
kebinasaan bagi mereka saat Allah mengabarkan bahwa tidak akan beriman dari
kaumnya kecuali yang telah beriman. “Imam al-qurtubi menyebutkan hal ini dalam
tafsirnya dari adh-dhahaak. Ibnu kastir berkata, “sesungguhnya nuh mendo’akan
kebinasaan kaumnya dengan do’a yan demikian karena pengetahuannya tentang
mereka yaitus seluk-beluk kaumnyadan interaksinya den[4]gan
mereka selama 950 tahun.[5]
Allah mengabulkan do’anya lalu
memerintahkannya untuk membuat perahu setelah ia selesai menyempurnakan
pembuatannya dan tiba waktu kebinasaan kaumnya dengan menenggelaman, lalu Allah
memerintahkannya untuk membawa apa yang kita beritakan tentangnya. Allah
berfirman, “hingga apabila perintah kami datang dan tanur telah memncarkan
air, kami berfirman, “ muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing
hewan sepasang jantan dan betina, dan juga keluargamu kecuali orang yang telah
terkena ketetapan terdahulu dan muatkan pula orang yan beriman.” Ternyata
orang-orang beriman yan bersama dengan nuh hanya sedikit.”(QS. Hud: 40).
Dan begitulah Allah membinasakan mereka dengan banjir setelah
member tempo waktu yang lama, karena Allah mengulur tapi tidak lalai dan inilah
balasan bagi orang-orang yang dzalim lagi kafir.
B.
Kisah
lukman hakim
1.
Wasiat
agar tidak berbuat syirik
Allah
berfirman,” dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, ketika dia
member pelajaran kepadanya,” wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.” (QS. Luqman: 130)
Allah menyebutkan tentang lukman dengn sebutan yang baik dan
memberikan hikmah kepadanya. Allah memberitahukan kepada kita tentang nasihat
lukman kepada anaknya, belahan jiwa yang paling ia sayangi. Maka, sudah
sepantasnya jika anaknya mendapatkan sesuatu yang paling utama. Seorang ayah
tidak menghendaki untuk anaknya melainkan kebaikan. Seorang ayah tidak
menginginkan apapun dari anaknya kecuali melakukan sesuatu demi kebaikannya
untuk itu lukman menasihati anaknya dan berwasiat kepadanya. Wasiat yang
pertama kali ia sampaikan kepada anaknya adalah agar menyembah Allah semata,
tidak berbuat syirik, dan tidak menyekutukan Allah dengan apapun jua, kemudian
ia berkata memberi peringatan, “sesungguhnya menpersekutukn Allah adalah
benar-benar kedzaliman yang besar”. Yakni, kedzaliman yang paling besar,
karena menyamakan antara yang idak ada kenikmatan kecuali darinya, yaitu Allah
dan antara yang tidak ada nikmat darinya sama sekali, dan tidak terbayangkan
ada nikmat darinya yaitu selain Allah menyamakan keduanya adalah kedzaliman yang
tidak terukur besarnya.[6]
2.
Wasiat
untuk berbakti kepada orang tua
Setelah lukman berwasiat kepada
anaknya untuk beribadah kepada Allah semata dan memperingatkannya dari
perbuatan syirik, ia mengingatkan dan mewasitkan kepada ananknya untuk bebuat
baik kepada orang tua yang di wajibkan Allah.
Allah berfirman”dan kami perintahkan kepada manusia agar bebrbuat
baik kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah. Dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada ku
dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada ku kembalimu.” (QS. Luqman;14)
Luqman menggabungkan wasiat kepada
anaknya untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak melakukan kesyirikan,
dengan wasiat untuk berbakti kepada kedua orang tua. Dan Allah sering
menggabungkan antara perintah untuk ibadah kepadanya dengan berbakti kepada
orang tua, seperti dalam firmannya,”dan Tuhanm telah memerintahkan agar kamu
jangan menyembah selain dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu dan bapak.” (QS.
Al-isra’:23)
Makna
ayat, “ibuny telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tamah”, yakni
ibunya melemah dan semaki melemah atau lemah yang semakin betambah dan berlipat
ganda, karena kondisi kehamilan yang bertambah semakin besar maka bertambah
pula berat dan semakin melemahkan.[7]
Allah menyebutkan derita dan kesulitan yang dialami
seorang ibu, masa-masa berat dan melelahkan ketika mengandung, menyapih, dan
mendidiknya agar seorang anak menjadi
ingat akan kebaian sang ibu kepadanya, serta untuk mewajibkan berbuat
baik kepada ibu secara khusus, dan
mengingatkan haknya yang luar biasa besar. Dari sini Rasululla SAW bersabda
kepada orang yang bertanya “siapakan yang harus aku limpahkan baktiku
kepadanya? Beliau menjawab,” ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu ayahmu[8]
Makna
ayat bersyukurlah kepada ku dan kepada orang tuamu, hanya kepada akulah
tempat kembalimu, yakni aku akan membalasmu atas perbuatan itu sebaik-baik
dan sebanyak balasan kelak di akhirat.
Allah mendahuluka perintah bersyukur
kepadanya, karena Allah lah pemberi nikmat pertama, yaitu dengan penciptaan dan
pengadaan, dan berterima kasih kepada kedua orang tua yang mana keduanya
merupakan pemberi nikmat berikutny. Ini mengesankan urutan kewajiban dan hak,
maka harus di dahulukan syukur kepada Allah, kemudian berterima kasih ke[9]pada
kedua orang tua.[10]
2.5 Pengaruh kisah-kisah Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran
Tidak diragukan lagi
bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia
dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu
atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat
memetik dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
Pengajaran yang
disampaikan dengan metode talqin dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan
tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan
berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka uslub
qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan banyak mengandung faedah. Pada umumnya
anak suka mendengarkan cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya
segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya kemudian ia menirukan dan
mengisahkannya.
Fenomena kisah kejiwaan
ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan.,
khususnya pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan soko pendidikan.
Dalam kisah-kisah Quran ini dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam
melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal pendidikan berupa peri
hidup para nabi, berita-berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam
kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan
dengan benar dan jujur. [11]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.
Pengertian kisah al-quran . Kisah
berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Kata al-qassas adalah bentuk masdar.
2.
Macam-macam kisah dalam al-quran:
a.
Kisah
para nabi
b.
Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tentang kejadian di masa lalu dan
orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya
c.
Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah
3.
Faedah dan hikmah kisah-kisah dalam al-quran salah satunya adalah:
a.
Faedah
Menjelaskan
asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa
oleh para nabi
b.
Hikmah
Menjelaskan
kebalaghahan Al-Quran dalam bentuk yang paling tinggi dan menunjkkan
kehebatan mu’jizat Qur’an
4. Contoh kisah dalam al-quran
a. Kisah Nuh
b.
Kisah Luqman Hakim
5.
Pengaruhnya terhadap pendidikan dan pengajaran
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari
dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah
[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa), 2010, hlm. 435-473
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur-an Ilmu-Ilmu
Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur-an, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra), 1997,
hlm. 193
[6] Tafsir Ibu
Katsir, Jilid 3, hlm. 444 dan Tafsir sayyid Qurtub Jilid 5, hlm. 2288
[7]
Tafsir Az-Zamakhsyari, Jilid 3, hlm. 494
Tidak ada komentar:
Posting Komentar