BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pola pendidikan
pada masa Rosulullah SAW tidak terlepas dari metode, evaluasi, materi,
kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga dasar, tujuan dan sebgainya yang
berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secara teoritis maupun
praktis.
Sebelum Nabi Muhammad SAW memulai tugasnya sebagai Rosul,
yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik
lewat Malaikat Jibril dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut
secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam
kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini Nabi Muhammad sebagai murid
yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT. Dengan potensi
fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar mengadakan penyesuaian
diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi beliau tidak larut sama sekali
kedalamnya.
Nabi Muhammmad SAW memulai melakukan pendidikan sebagai
murid, atau beliau menerima materi pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat
Jibril AS sejak beliau menerima wahyu yang pertama pada bulan Romadon di Gua
Hira’, hal ini sesuai dengan pernyataan firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat
185 :
شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى
والفرقان
.
Artinya : “ (Beberapa yang ditentukan itu ialah) bulan
Romadon, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.
Adapun materi yang diterima pertama kali itu adalah surat
Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;
ااقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم
.الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم
.
Artinya : “ Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal
dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar dengan
perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui”.
Ayat ini merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat
manusia tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di
antara kemurahan Allah SWT adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang
belum diketahui. Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, oleh
karena itu melalui ayat ini Allah SWT menganjurkan bahkan mewajibkan supaya
manusia agar melakukan membaca dan belajar tentang segala permasalahan
kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju
kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus beliau lakukan, baik terhadap
dirinya maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW
agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi
pendidikan selanjutnya diturunkan berangsur-angsur, sedikit-demisedikit. Setiap
kali menerima wahyu, segera beliau sampaikan kepada umatnya, diiringinya
penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Sejak itu peran Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg
beliau sebagai murid yang sekali waktu beliau juga tetap belajar kepada
malaikat Jibril, selain itu beliau berperan sebagai guru atau pendidik yang
harus mengajar para sahabat. Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik
khususnya pada Rosulullah SAW dan para sahabat bukan merupakan profesi atau
pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi
kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap keridlaan-Nya, menghidupkan agama,
mengembangkan seruannya, dan menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada
dalam memperbaiki umat .
Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar
berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan
penduduk Mekah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang
mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan
dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti
terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid
warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhaammad SAW melalui
wahyu Allah SWT.
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah
banyak di antara penduduk kota Mekah ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada
mulanya tediri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling
berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab
sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim dan sebagainya. Sehingga
setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka merimanya.
Penduduk Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka
tertarik dan memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk
mengajarkan ajaran Islam kepada mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan
mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar mereka. Pada tahun 12
dari kenabian, datang 75 orang Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke
Mekah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah. Mereka juga
berjanji untuk memberi perlindungan kepada Rosulullah SAW seperti yang
disebutkan dalam Bai’at Aqabah II.
Kalau pembinaan pendidikan Islam di Mekah titik beratnya
adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar
dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam
di Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid
di Mekah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai
oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan
cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Wahyu secara berangsur-angsur turun selama periode
Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah
menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an
sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam
pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam
pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an yang
telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang diturunkanpun tetap
melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib,
Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan
demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat
Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan sosial dan politik, selalu berada
dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.
Lembaga
pendidikan Islam pada fase Mekah ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul
Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan Islam, istilah
Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan
bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi mengajarkan
baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya
adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan lembaga pendidikan
dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan Kuttab
berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid. Materi
yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah
arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Al-Qur’an
sebagai teks dalam Kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum
Muslim yang menguasai al-Qur’an telah banyak, dan terutama setelah kegiatan
kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada
masa awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis
yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai
pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an
pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’ dan huffadh
(ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru yang mengajarkan adalah
dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari Kuttab
tingkat pertama, setelah siswa memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang
kedua ini siswa diajari pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga
diajarkan ilmu gramatika bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab
yang dimiliki oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya
adalah menunggang kuda dan berenang.
Ketika Rosulullah SAW dan para sahabat
hijrah ke Madinah, salah saatu program pertama yang beliau lakukan adalah
pembangunan sebuah masjid. Meslipun demikian, eksistensi Kuttab sebagai
lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah. Bahkan
materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya
wahyu yang diterima Rosulullah SAW, misalnya materi jual beli, materi keluarga,
materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di
Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang
pertama kali dibangun Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba’ pada jarak
perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah
(QS. Al-Taubah 108). Rosulullah SAW membangun sebelah utara Masjid Madinah dan
Masjidil Haram yang disebut As-Suffah, untuk tempat tinggal orang-orang
fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal dengan “ Ahli Suffah
“. Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan menyejahterakan
kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, di
antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan sosial-politik, bahkan lebih dari
itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen sebagaimana yang dikutip
Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah
pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang
syekh biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya
duduk di depannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan.
Bila ditinjau lebiih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti demikian,
adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi
intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta
didik. Adalah merupakan kebiasaan dalam halaqah bahwa murid yang lebih
tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh, murid yang level pengetahuannya
lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara berjuang
belajar keras agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqahnya,
sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat signifikan.
Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri dari
20 orang siswa atau murid.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan
dipakai dalam berbagai halaqah. Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan
pentingnya, tergantung kepada kajian dan topik bahasan. Kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan oleh syekh atas materi yang lebih didiktekan. Uraian
disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah. Menjelang akhir kelas, waktu akan
dimanfaatkan oleh syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi
bisa berbentuk tanya jawab, dan terkadang syekh menyempatkan untuk memeriksa
catatan murid-muridnya, mengoreksi dan menambahseperlunya.Kemajuan suatu
halaqah ini tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem
pendidikan. Biasanya apabila suatu halaqah telah maju, maka akan banyak
dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah
kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum
mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam
proses kependidikandalam suatu sistem institusional pendidikan. Seseorang yang
akan membuat lesson plan tidak cukup hanya mempunyai kemampuan membuat rumusan
tujuan pengajaran. Ia juga harus menguasai materi pengajaran. Bahkan rumusan
tujuan pengajaran itu diilhami oleh antara lain materi pengajaran. Oleh karena
itu, guru harus menguasai materi pengajaran.
Kurikulum
pendidikan Islampada periode Rosulullah SAW baik di Mekah maupun Madinah adalah
Al-Qur’an, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi,
kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu dalam
praktinya tidak saja logis dan rasional tetapi juga secara fitrah dan
pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat dari sikap rohani
dan mental para pengikutnya yang dipancarkan ke dalam sikap hidup yang
bermental dan semangat yang tangguh, tabah dan sabar, tetapi aktif dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya
ternyata mereka ini merupakan kadar inti mubaligh dan pendidik pewaris Nabi
yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan cobaan.
Mahmud Yunus
mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan
yang diberikan di Mekah dan materi pendidikan yang diberikan di Madinah. Pada
fase Mekah terdapat tiga macam intisari materi yang diberikan di Mekah, yaitu ;
keimanan, ibadah dan akhlak. Intisari pendidikan agama yang diterapkan Nabi di
Madinah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pendidikan keimanan
2. Pendidikan ibadah
3. Pendidikan akhlak
4. Pendidikan kesehatan(jasmani)
5. Pendidikan kemasyarakatan (sosial)
Zukhairini membagi materi pendidikan pada fase Mekah
kepada dua bagian, yaitu : (1) Pendidikan tauhid (2) Pendidikan Al-Qur’an.
Sedangkan fase Madinah materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks
dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase Mekah, seperti :
1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat
baru menuju kesatuan sosial dan politik.
2. Materi pendidikan sosial dan
kewarganegaraan, yang terdiri dari pendidikan ukhuwah antara kaum muslimin,
pendidikan kesejahteraan.
3. Materi pendidikan khusus anak-anak,
yang meliputi ; pendidikan tauhid, pendidikan salat, penndidikan sopan santun
dalam keluarga, sopan santun dalam masyarakat, dan pendidikan kepribadian.
4. Materi pendidikan pertahanan dan
ketahanan dakwah Islam.
Metode
pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan
siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode
mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar.
Dengan metode diharapkan tumbuh dengan berbagai kegiatan belajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah
interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru berperan sebagai penerima
atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Proses ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan
guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat
menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Untuk
menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya,
Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode. Hal itu dilakukan untuk
menghindari kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan
Rosulullah adalah :
1. Metode ceramah
2. Metode dialog, misalnya
dialog anatara Rosulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus
sebagai kadi di negeri Yaman.
3. Metode diskusi atau
tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang suatu hukum, dan
Rosulullah menjawabnya.
4. Metode diskusi,
misaalnya antara Rosulullah dan para sahabatnya tentang hukuman yang akan
diberikan kepada tawanan perang Badar.
5. Metode demonstrasi,
misalnya hadis Rosulullah “ Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku
sembahyang “
6. Metode aksprimen, metode
sosiodrama, dan bermain peranan.
Selanjutnya, metode pendidikan akhlak yang disampaikan
oleh Nabi dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat
dahulu kala, supaya diambil pengajaran dan ikhtibar dari kisah itu. Orang taat
dan patuh mengikuti Rosulullah, akan dapat kebahagiaan, dan orang durhaka akan
mendapat siksa, seperti kisah Qarun yang bakhil, dan kisah Musa yang berbuat
baik kepada putri Nabi Syu’aib dan lain-lain.
Disamping dengan metode kisah, pendidikan akhlak juga
dilakukan dengan metode penegasan dan Uswatun Hasanah. Misalnya dengan
menjelaskan kriteria orang-orang munafik dan akibatnya, dan mempersaudarakan
antara kaum Ansar dengan Muhajirin. Metode-metode akhlak yang diterapkan
Rosulullah SAW sangat berbekas didalam pola tingkah laku para sahabat. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi umat pada saat itu yang betul-betul patuh dan taat
kepada Rosulullah SAW. Persaudaaraan di antara mereka kaun Ansar dan Muhajirin
terbina dengan rapat dan kokoh, dan penuh kasih sayang.
Sedangkan memberikan materi pendidikan dapat tergambar
dari sikap Rosulullah SAW ketika terjadi prosess pembelajaran antara Jibril
yang berperilaku sebagai murid dan Rosulullah sebagai pendidik.
Konsep tersebut dapat tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib
Khalid Al-Amr, dengan mengutip suatu hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin
Khatthab. Hadis tersebut menggambarkan bahwa wibawa, kondisi, situasi,sikap dan
sifat, serta posisi Rosulullah SAW sebagai guru menggambarkan sosok pendidik
yang menguasai strategi dan metode pendidikan. Rosulullah duduk di hadapan
Jibril membawa pertanyaan sesuai dengan kemampuannya. Apabila persoalan tidak
diketahui jawabannya secara pasti, maka Rosulullah tidak malu untuk mengatakan
tidak tahu. Rosulullah mendengarkan secara seksama dan teliti terhadap
pertaanyaan yang diajukan oleh Jibril, sehingga beliau mampu menjawabnya dengan
tepat pula. Hal ini menggambarkan kondisi pelaksanaan pendidikan yang kondusif.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari sikap sang murid
terhadap pendidikan Islam dari hadis tersebut dapat digambarkan dalam skema
berikut ini :
1. Pertanyaan yang diberikan harus
jelas.
2. Pertanyaan yang disampaikan harus
singkat.
3. Persiapan jasmani dan rohani untuk
menuntut ilmu.
4. Siap mendengarkan dengan baik
setelah menyampaikan pertanyaan.
5. Tenang dalam menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus.
6. Pertanyaan yang disampaikan harus
bermanfaat.
7. Susunan yang disampaikan harus
akurat dan ilmiah.
8. Pemilihan waktu yang tepat untuk
bertemu dengan guru dan duduk mendekat dengan guru.
9. Posisi duduk murid yang menyehatkan.
Metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak dapat
dilihat dari arti hadis beruikut ini :
Anas RA berkata, “ Rosulullah SAW adalah orang yang
paling baik akhlaknya. Aku punya saudara yang dipanggil Abu Umair, dia anak
yang sudah dipisahkan dari susuan. Jika datang, beliau berkata “ wahai
Abu Umair apa yang dilakukan nughair (burung kecil) “. Kadang-kadang
beliau bermain dengan dia. Jika tiba saat salat sementara beliau berada di
rumah kami, beliau meminta permadani yang ada dibawahnya, lalu permadani itu
beliau sapu dan ditiup-tiup. Kemudian beliau berdiri dan diikuti oleh kami di
belakangnya”. (HR. Buhkari, Muslim, Turmidzi, dan Abu Daud).
Nilai-nilai yang dapat diambil dari metode Rosulullah SW
dalam mengajar anak usia dini adalah sebagai berikut :
1. Meluangkan waktu untuk bermain dangn
anak-anak.
2. Memperaktekkan amal untuk bisa
berbuat bersih secara iman dan berperilaku nyata.
3. Shalat Rasulullah didalam rumah
menanamkan pemahaman teladan dalam urusan ibadah.
4. Kalimat yang diucapkan oleh
Raqsulullah SAW, “Wahai Abu Umair, apa yang dikerjakan Nughair?” punya beberapa
faidah di antaranya :
a. Kata-kata akhirnya
cocok dengan jiwa.
b. Mudah dihafal.
c. Mudah diucapkan.
5. Turunnya Rasulullah ke atas intelek
anak bisa membuahkan rassa optimis pada diri anak.
6. Memakai cara dengan panggilan. Teori
ini dapat memberikan kesan kepada keluarga bahwa anaknya sudah dewasa.
Berbeda dengan metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak
pada usia puber, seperti yang dapat dilihat dari hadis berikut :
Abi Umamah, dalam hadis riwayat Ahmad, mengisahkan bahwa
seorang pemuda telah datang menghadap, Nabi SAW, seraya berkata “Wahai
Rosulullah, izinkanlah aku berzinah”, orang-orang yang ada di sekitarnya
menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau !” Rosulullah mendekati
pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang panjang
antara Rosulullah SAW dengan pemuda itu. Rosulullah SWA berkata “Apakah engkau
ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali
tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW
kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu
mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu ?” Pemuda
itu itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai
tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak
ingin hal ini terjadi pada sudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini
terjadi pada saudara perempuan bapakmu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-sekali
tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW
kemabali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada
saudara perempuan bapakmu. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara
perempuan ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang
menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”.Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu
pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibu
mereka”. Kemudian Rosulullah memegang dada pemuda itu seraya bersabda “Ya Allah
ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan periharalah kemaluannya !”. setelah
peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif ”.
Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari metode
Rosulullah dalam mengajar anak usia puber di atas sebagai berikut :
1. Mengajak anak usia puber untuk
mendiskusikan inti permaslahan sehinggapikirannya tidak terpecah.
2. Rosulullah SAW menguasai aspek
psikis anak usia puber.
3. Rosulullah SAW membuka dialog dengan
anak usia puber.
4. Rosulullah SAW memberikan pertanyaan
yang jumlahnya banyak, dan banyaknya pertanyaan menambah dalil dan alasan.
5. Diskusi dilakukan dengan sistem
tanya jawab.
6. Memusatkan dan mengkosentrasikan
pikiran anak usia puber pada pertanyaan yang dilontarkan.
7. Menumbuhkan interaksi esenssial
antara pendidik dan anak usia puber.
8. Jawaban dari anak usia puber bisa
dikategorikan sebagai dalil ilmiah atas dirinya.
Dalam kontes ini akan dijelaskan mengenai penerapan pendidikan mada
masa ini beserta evaluasi terhadap pendidikan itu sendiri.
Nana Sudjana
mengatakan bahwa, untuk
dapat menentukan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan
usaha atau tindakan evaluasi. Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan
pertimbangan atan harga atau berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan
mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut menyatakan dalam rumusan
tingkah laku yang diharapkan memiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar.
Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian akhir
belajar.
Dalam
menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan
sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi SAW juga mengevaluasi
sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat, Rosulullah SAW
mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam
menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rosulullah
sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para sahabat
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya dengan membetulkan hafalan dan
bacaan mereka yang keliru. Nabi juga mengevaluasi kemampuan sahabat untuk
dijadikan utusan ke suatu daerah mengajarkan agama Islam, misalnya dialog
antara Rosulullah SAW dengan Mu’adz Ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus
sebagai kadi ke negeri Yaman. Rosulullah SAW bertanya kepada Mu’adz bagaimana
ia memutuskan suatu perkara yang muncul di tengah-tengah umat. Mu’adz menjawab
apabila hendak memutuskan suatu perkara, pertama kali berlandaskan kepada
Al-Qur’an, bila didapati dalam Al-Qur’an baru memutuskan berdasarkan Hadis
Rosulullah SAW. Apabila tidak didapati pada keduanya kemudian memutuskannya
menggunakan metode ijtihad. Rosulullah senyum tanda menyetujui dan percaya akan
kompetensi Mu’adz sebagai utusan ke negeri Yaman.Evaluasi juga dapat dilakukan
dengan cara bertanya tentang sesuatu masalah hukum secara langsung kepada
Rosulullah menjawab.
Di samping
menguji pemahaman sahabat tentang ajaran agama, Rosulullah juga dievaluasi oleh
Allah SWT melalui malaikat Jibril AS. Sebagaimana kisah kedatangan malaikat
Jibril kepada Nabi SAW, ketika beliau sedang mengajar sahabat di suatu majlis.
Malaikat Jibril menguji Nabi dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan
beliau tentang rukun Islam, dan jawaban Nabi selalu dibenarkan oleh utusan
Allah itu. Berbagai peristiwa lainnya ialah berulang kalinya malaikat Jibril
datang kepada Nabi dalam wujud manusia biasa, berpakaian jubah putih, untuk
menguji sejauh mana hafalan Nabi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tetap konsisten
dan terpercaya dalam hafalan beliau.
Jika dilihat
dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa pcychological
domains yang dijadikan yang dijadikan sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana
pemerintah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih menitik
beratkan pada kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana
faktor psikomotorikmenjadi tenaga penggeraknya. Di samping itu faktor konatif
(kemauan) juga dijadikan sasarannya (konatif psikomotorik).
Adapun sistem
pengukuran (measurement) yang
digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam
dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan
bahwa sistem measurement juga
terdapat dalam hadis Nabi. Nabi SAW melakukan pengukuran terhadap perilaku
manusia dengan tanda-tanda seseorang yang beriman ialah mencintai orang lain
sesama Mukmin, seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika menyaksikan perbuatan
mungkar, ia berusaha mengubah dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan
hatinya, tetapi yang terakhir ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. Ukuran
orang munafik ada tiga : (1) Bila bicara pasti berdusta; (2) Bila bejanji ia
mengingkari. (3)Jika diberi amanat ia khianat. Ukuran orang kafir, anatra lain
; tidak mensyukuri nikmat Allah, mencaci maki keturunan dan meratapi mayat, dan
sebagaimnya. Jadi, sistem pengukuran Nabi terhadap perilaku manusia bukan
secara kuantitatif (dengan angka), akan tetapi dengan kualitatif.
Berdasarkan
tinjauan historis di atas, menurut hemat penulis pendidikan yang diterapkan
Rosulullah SAW, merupakan pendidikan pendidikan yang telah berhasil dalam
mencapai tujuan utamanya. Terbukti dengan munculnya para sahabat yang ahli
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karena itu, sistem pendidikan yang
diterapkan Rosulullah menurut hemat penulis, banyak yang masih relevan
diterapkan pada era modern sekarang ini. Misalnya, konfigurasi duduk para siswa
dalam sistem halaqah, sistem
evaluasi, metode pengajaran sebagaimana telah dijelaskan di atas.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Pendidikan pada masa Rosulullah SAW
meliputi :
·
Pola Pendidikan
·
Lembaga dan Sistem Pendidikan
·
Materi dan Kurikulum Pendidikan
·
Metode Pengajaran
·
Evaluasi Pendidikan
2.
Pola Pendidikan Rosulullah SAW
dilaksanakan pada 2 fase :
·
Pendidikan pada fase Mekah
·
Pendidikan pade fase Madinah
3.
Lembaga dan Sistem Pendidikan pada masa
Rosulullah SAW :
·
Darul Arqam/rumah Arqam ; sebagai
sarana / tempat melaksanakan pendidikan.
·
Kuttab ; sebagai sistem juga sebagai
sarana lain yang dalam pelaksanaannya bertempat di rumah-rumah gurunya.
·
Masjid ; sebagai sarana / tempat
pelaksanaan pendidikan.
·
Sistem Pendidikan yang diterapkan
adalah :
o
Baca tulis Al-Qur’an sebagai dasar /
pemula pembelajaran.
o
Menghafal dan pengembangan Qira’ah
sebagai lanjutan dari dasar pembelajaran.
o
Halaqah ; suatu pengembangan sistem
pendidikan yang menyentuh pada perkembangan diskusi, emosional, spiritual, dan
intelektual.
4.
Materi dan Kurikulum Pendidikan pada
masa Rosulullah SAW :
o
Materi Pendidikan pada masa Rosulullah
meliputu ;
-
Pendidikan Keimanan
-
Pendidikan Ibadah
-
Pendidikan Akhlak
-
Pendidikan Kesehatan (jasmani)
-
Pendidikan Kemadyarakatan (sosial)
o
Kurikulum Pendidikan yang digunakan
oleh Rosulullah adalah Al-Qur’an
5.
Metode Pengajaran Rosulullah SAW :
·
Metode Ceramah
·
Metode Dialog
·
Metode Diskusi
·
Metode metode Demonstrasi
·
Metode Eksprimen, Sosio Drama, bermain
peran
6.
Evaluasi Pendidikan pada masa
Rosulullah SAW :
·
Praktek membaca
·
Menghafal
·
Tanya jawab
·
Menguji dan menilai Kemampuan dan penguasan
terhadap suatu materi Pelaksanaan Ibadah, Hukum, Etika, dan Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar