Translate

Jumat, 20 Desember 2013

kemukjizatan Al-quran



BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Kemu’jizatan
Menurut bahasa kata Mu’jizat berasal dari katai’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mu’jizat. [1]
Menurut istilah Mukjizat adalah  peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT.Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.
Kata I’jaz (kemu’jizatan) adalah menetapkan kelemahan.dalam bahasa Arab berarti menganggap lemah kepada orang lain. Sebagimana Allah berfirman:
المائدة: 31) أَعْجَزَتُ أَنْ أَكُوْنَ مِثْلَ هَذَاالْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِيْ
Artinya: Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini” (QS. Al Maidah (5): 31
Yang dimaksud I’jaz dalam pembahasan ini adalah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai rosul dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi mu’jizat yang abadi yaitu Al Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Qur’an al karim digunakan Nabi untuk menantang orang arab tetapi mereka tidak sanggup mennadinginya, padahal mereka sedemikian tinggi tingkat fasahah dan balagahnya. Hal ini tiada lain karena All-Qur’an adalah mu’jizat[2]
Rosulullah telah meminta orang arab untuk menandingi AlQur’an dalam tiga tahapan:
1)      Menantang mereka dengan seluruh Qur’an dalam uslub umum yang meliputi orang arab sendiri dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangannya mengalahkan kemmapuan mereka secara padu melalui firmanNya:
“Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".(AL iaraa’[17]88)
2)      Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Al Qur’an dalam firmanNya:
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu Maka ketahuilah, Sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, Maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)
3)      Menantang mereka dewngan satu surah saja dari Qur’an, dalam firmanNya:
Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar."
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.[3]
Unsur-unsur mukjizat, sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat.Hal ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa.Yang dimaksud dengan “luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum.Demikian pula dengan hipnotis dan sihir, misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak termasuk dalam pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
Hal-hal di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun.Apabila keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamaimukjizat.Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash.Keluarbiasaan itu terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak disebut mukjizat, melainkan karamahatau kerahmatan.Bahkan, karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang terakhir dinamai ihanah (penghinaan) atau Istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi).
Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW.adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizatsepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.[4]
3. Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian
Tentu saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat bicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang berbohong”, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atau istidraj.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani
Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digaris bawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang.Untuk membuktikan kegagalan mereka, aspek kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.[5]
B.                 Apek-Aspek Kemu’jizatan
Kelahiran ilmu kalam di dalam islam mempunyai implikasi yang lebih tepat untuk dikatakan sebagai kalam di dalam kalam. Percikan pemikiran yang ada di dalamnya menarik pengikutnya ke dalam kerancuan pembicaraan yang tumpah tindih, sebagiannya berada di atas penderitaan yang lain. Tragedy tokoh-tokoh ilmu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan Al Qur’an.Maka pendapat dan pandangan mereka berbeda-beda dan beragam.[6]
Abu Ishaq Ibrahim An Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti Al Murtada berpendapat , kemu’jizatan Al Qur’an adalah dengan cara pemalingan(syirfah). Arti syirfah dalam pandangan An Nizam ialah Allah memalingkan orang-orang arab untuk menantang Al Qur’an padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang luar biasa(mu’jizat). Sedang syirfah menurut pandangan Al Murtada ialah, bahwa Allah  telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi Al Qur’an agar mereka tidak mampu membuat seperti Al Qur’an. Pendapat ini menunjukkan kelemahan pemiliknya itu sendiri.
Berkata Qadi abu bakar al baqalani: salah satu hal yang membatalkan pendapat syirfah ialah, kalaulah menandingi Al Qur’an itu mungkin tapi mereka dihalangi oleh syirfah, maka kalam Allah itu tidak mu’jizat, melainkan syirfah itulah yang mu’jizat. Dengan demikian kalam tersebut tidak mempunyai kelebihan apapun atas kalam yang lain.
Pendapat Al Qur’an itu batil ditolak sendiri oleh Al Qur’an sendiri dalam firmannya :
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
Ayat ini menunjukkan kelemahan mereka meskipun mereka masih mempunyai kemampuan. Dan seandainya kemampuan mereka telah dicabut, maka berkumpulnya jin dan manusia tidak lagi berguna karena perkumpulan itu sama halnya dengan perkumpulan orang-orang mati. Sedang kelamahan orang mati bukanlah sesuatu yang patut di sebut-sebut.[7]
1.      Satu golongan  ulama’ berpendapat, Qur’an itu mu’jizat dengan balagah nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya. Ini adalah pendapat ahli bahasa arab yang gemar akan bentuk bentuk makna yang hidup dalam untaian kata-kata yang terjalin kokoh dan retorika yang menarik
2.      Sebagian mereka berpendapat, segi kemu’jizatan Qur’an itu ialah karena ia mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang arab, seperti fasilah dan maqta
3.      Golongan lain berpendapat, kemu’jizatan Qur’an itu terletak pada pemberitaan tentang hal ghaib yang akan dating yang tak dapat diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada pemberitaan tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ummi yang tidak pernah berhubungan dengan ahli kitab. Misalnya firman Allah tentang penduduk badar :
“Golongan Itu Pasti Akan Dikalahkan Dan Mereka Akan Mundur Ke Belakang” (Al Qamar [54]: 45)
“Sesungguhnya Allah Akan Membuktikan Kepada Rasulnya Tentang Kebenaran Mimpinya Dengan Sebenarnya ” (Al Fath [48]: 27)
“Allah Telah Berjanji Kepada Orang-Orang Yang Beriman Di Antara Kamu Dan Mengerjakan Amal-Amal Saleh Bahwa Ia Sungguh-Sungguh Akan Menjadikan Mereka Berkuasa Di Bumi. “ (An Nur[24]:55)
Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa romawi. Di negeri yang terdekat, dan ereka sesudah dikalahkan itu akan menang”(Ar Rum[30]1:3)
“itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak pula kaummu sebelum ini.(Hud[11]:49)”
Pandangan golongan ini tidak dapat diterima atau mardud,sebab ia menuntut ayat ayat yang tidak mengandung cerita tentang hal gaib yang akan dating dan yang telah lalu, tidak mengandung mu’jizat. Dan ini adalah batil, sebab Allah telah menjadikan setiap surah sebagai mu’jizat tersendiri.[8]
4.      Satu golongan berpendapat, Qur’an itu mu’jizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu dan hikmah yangs sangat dalam. Dan masih banyak lagi aspek-aspek kemu’jizatan lainnya yang berkisar pada sekitar tema-tema di atas, sebagaimana dihimpun oleh para ulama’ mencapai sepuluh aspek atau lebih.
Pada hakikatnya , Qur’an itu mu’jizat dengan segala makna yang dibawakan dan di kandung oleh lafaz-lafaznya.
Ia mu’jizat dalam lafaz-lafaz dan uslubnya. Satu huruf daripadanya yang berada ditempatnya merupakan mu’jizat yang diperlukan oleh lainnya dalam ikatan kata, satu kata yang berada ditempatmya juga merupakan mu’jizat dalam ikatan kalimatm dan satu kalimat yang ada ditempatnya merupakan mu’jizat dalam jalinan surah.
Ia mu’jizat dalam hal bayan (penjelasan atau retorika) dan nazam (jalinan)Nya. Di dalamnya seorang pembaca akan menemukan gambaran hidup dari kehidupan, alam dan manusia. Ia adalah mu’jizat dalam makna-makna yang telah menyingkap tabir hakikat kemanusiaan dan misinya di dalam kosmos ini.
Ia mu’jizat dengan segala ilmu dan pengetahuan yang sebagian besar hakikatnya yang gaib telah diakui dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern
Ia mu’jizat dalam tasyri’ dan pemeliharaannya terhadap hak asai manusia serta dalam pembentukan mesyarakat teladan yang ditangannya dunia akan bahagia[9]
C.                 Kadar kemu’jizatan Al Qur’an
1.      Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Al-Quran, bukan dengan sebagianya, atau dengan setiap surahnya secara lengkap.
2.      Sebagian ulama’ berpendapat, sebagian kecil atau sebagian besar dari qur’an, tanpa harus satu surah penuh, juga merupakan mukjizat, berdasarkan firman Allah:
“ Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Quran….”(at-tur[52]:34).
3.      Ulama’ yang lain berpendapat, kemukjizatan itu cukup satu surat sekalipun pendek lengkap, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat maupun beberapa ayat.
Memang, Qur’an telah mengajukan tantangan agar didatangkan sesuatu yang hurufnya sangat persisis dengan qur’an; dengan keseluruhanya ( al Isra’ [17]:88), dengan sepuluh surah (Hud [11]:13), dengan satu surah (Yunus [10]:38), dan dengan suatu pembicaraan seperti Qur’an (at-Tur [52]:34).
Namun demikian, kita tidak berpendapat, kemuizatan itu hanya terdapat pada kadar tertentu, sebab, kita dapat menemukanya pula pada bunyi huruf-hurufnya dan alunan kata katanya, sebagaimana kita mendapatkanya pada ayat ayat dan surah surahnya, qur’an adalah kalamulla, itu aja cukup.
Adapun mengenai segi atau kadar manakah yang mukjizat itu, maka jika seorang penyelidik yang obyektif dengan mencari kebenaran memperhatikan qur’an dari aspek manapun yang ia sukai, segi uslubnya, segi ilmu pengetahuanya, segi pengaruh yang ditimbulkannya didalam dunia dan wajah sejarah yang diubahnya, atau semua segi tersebut, tentu kemukjizatan itu ia dapatkan dengan jelas dan terang.
Dan sudah sepantasntasnya jika dibawah ini kami membicarakan tiga aspek kemukjizatan alqur’an, aspek bahasa,aspek ilmiah, dan aspek tasyri’i (penetapan ukum)
D.                Segi-segi kemu’jitan Al Qur’an
1.      Mukjizat Al-Quran Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan
Al-Quran pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab.Di mana-mana terjadi musabaqah (perlombaan) dalam menyusun syair atau khutbah, petuah, dan nasihat.Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab.Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya.Dengan syair dan gubahan, mereka mengangkatreputasi satu kaum atau seseorang dan juga sebaliknya dapat menjatuhkannya.
Keunikan dan keistimewaan Al-Quran dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi Al-Quran lima belas abad yang lalu.

a)      Gaya Bahasa
Gaya bahasa Al-qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya banyak membuat banyak dian tara mereka masuk Islam. Bahkan Umar bin Khatab pun yang mulanya dikenal sebagai orang yang paling membenci atau memusuhi nabi Muhammad SAW dan bahkan berusaha untuk membunuhnya, memutuskan untuk masuk Islam dan beriman pada kerasulan Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur’an. Susunan Al-Qur’an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apapun.[10]
Bahasa atau kalimat-kalimat al-qur’an adalah kalimat –kalimat yang menakjubkan, yang berbeda sekali dengan kalimat-kalimat bahasa Arab. Ia mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada fenomena yang dapat dirasakan sehingga didalamnya dapat dirasakan ruh dinamika. Adapun huruf tidak lain hanya simbol makna-makna, sementara lafadz memiliki petunjuk-petunjuk etimologis yang berkaitan dengan makna-makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang  abstrak tersebut kepada batin seseorang dan kepada hal-hal yang biasa dirasakan (al-mabsusat) yang bergerak didalam imajinasi dan perasaan, bukan hal yang mudah dilakukan.
Al-qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan hanya bagi orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringakali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-qur’an yang dibaca oleh kaum muslim.      
Berdasarkan sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat Hissiy-Matrial sedangkan Al-Qur`an bersifat maknawi atau immateri.  Perbedaan tersebut bertolak pada dua hal mendasar yaitu  pertama, para nabi sebelum Muhammad SAW ditugaskan pada masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya mukjizat tersebut hanya sementara. Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada masyarakat dan masa tertentu sehingga berlaku sepanjang masa.  Kedua, secara historis-sosiologis dalam pemikirannya manusia mengalami perkembangan. Auguste Comte(1798-1857) sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, ia berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase. Pertama Fase keagamaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi pada kekuatan Tuhan atau dewa yang diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika, yaitu manusia berusaha menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada sumber dasar atau awal kejadiannya.Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam menafsirkan gejala atau fenomena berdasarkan pengamatan secara teliti dan eksperimen sehingga didapatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut.[11] Posisi Al-Qur`an sebagai mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi bahwa potensi pikir rasa manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal dan eternal.
Letak mukjizat Al-Qur’an pada lafadz-lafadznya uang dapat dibaca dan didengarkan bisa menumbuhkan hidup yang baru dalam jiwa setiap muslim. Khususnya, bagi mereka yang pandai berbahasa Arab dan mengerti dengan rahasia-rahasianya.Rahasia-rahasianya dan hakikat-hakikat yang dikandung dalam Al-qur’an tidak saja tertuju padahal yang bersifat ilmiah. Ia juga mengandung rahasia-rahasia dan hakikat hakikat jiwa  dan ruh yang bisa meninggikan derajat manusia dan mendorongnya menuju kesempurnaan. Hakikat ini bisa ditemukan dalam Al-qur’an oleh ahli ilmu sosial, filsafat, dan ilmu jiwa.Bisa juga ditemukan oleh mereka yang tidak mengeri makna tersirat dari bahasa selain dari hanya sekedar tahu bahasa percakapan.
b)      Susunan kalimat
Kendatipun Al-Qur’an itu hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, tetapi uslub (style) atau susunan bahasanya jauh berbeda.Uslub bahasa Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan lainnya. Al-Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Didalam uslub tersebut terkandung  nilai-nilai istimewa yang tidak pernah ada pada ucapan manusia.
Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan pesan kandungan Al-Qur’an, terlebih dahulu ia akan terpukau oleh beberapa hal yang berkaitan dengan susunan kata dan kalimatnya. Beberapa hal tersebut, antara lain, menyangkut:
1)      Nada dan langgamnya
2)      Singkat dan padat
3)      Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan
4)      Memuaskan akal dan jiwa
5)      Keindahan dan ketepatan maknanya[12]
Dalam Al-qur’an , misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi sangat mempesona. Jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat dilihat dalam contoh surat Al-Qori’ah ayat 5, Allah berfirman:
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hemburkan “
Bulu yang dihambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. 
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah (nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkan pun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan.
Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan yang bervariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila.[13] Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mengutip pendapat Marmaduke cendikiawan Inggris, ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.[14]

2.      Mukjizat Al-quran Ditinjau Dari Aspek Ilmiah

Banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka menginginkan agar Al-Quran mengandung segala teori ilmiah.Setiap lahir sebuah teori baru, mereka mencari ayat yang diklaim telah terlebih dahulu menemukan teori tersebut.Perlu dicatat bahwa hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung Al-Quran dikemukakannya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir melalui renungan dan analisis mendapatkan makna-makna yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan itu.
Keilmiahan Al-Quran tidaklah terletak pada cakupannya terhadap teori-teori ilmiahan yang selalu berubah karena memang pada dasarnya teori itu akan terus berkembang sesuai dengan metode yang dipakai dalam membuktikan teori tersebut, sementara Al-Quran tidaklah berubah. Dengan begitu, menurut kami bahwa keilmiahan Al-Quran tersebut terletak pada dorongannya untuk berfikir dan menggunakan akal.
3.      Mukjizat Al-quran Ditinjau Dari Aspek Hukum
Allah SWT telah banyak meletakkan fondasi-fondasi hukum di dalam Al-Quran.Ini juga merupakan salah satu kemukjizatan Al-Quran yang tidak bisa diabaikan.Al-Quran turun pada masa bangsa Arab “hanya” memikirkan perang, tanpa ada kepedulian terhadap kehidupan sosial.






BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
Teks-teks mukjizat tidak akan berarti apa-apa jika teks itu hanya disakralkan tanpa menjadi kitab yang dapat menjadi motor bagi umatnya untuk melakukan perombakan. Namun bagaimanapun, umat islam tetap harus mengakui bahwa didunia ini tidak ada sebuah kitabpun yang mendapatkan perhatian dan sorotan seperti yang didapatkan al-quran, baik dari musuh al-quran atau para pencintanya. Mungkin inilah sisi kemukjizatan yang baru yang dapat merangkum semua dimensi kemukjizatan al quran. Seseorang yang berangkat dari disiplin keilmuan apapun akan menemukan dimensi kemukjizatan didalam alquran. Bahasa, Kisah atau Cerpen, Petuah, Teladan, Kabar ghaib, Tarbiyah, temuan ilmiah. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa dimensi kemukjizatan adalah keterbukaan al-quran untuk selalu menjadi kitab mukjizat disepanjang zaman.
Bagaimana al-qur an dapt menjadi  kitab yang dapat menggerakkan (motor) bagi umat islam dan mencairkan kebekuan yang  melilit sendi sendi perkembangan dan pemikiran islam. Umat islam sekarang hanya mampu bersikap defensif dan diam  menunggu tanpa memberikan kreasi inovatif baru yang sudah diciptakan Al-Quran..


[1]Quraish Shihab, Mu’jizat Al Qur’an. Bandung: Mizan Media Utama, 2003. Hlm.23

[2]Manna’ Khalil al Qattan.Studi Ilmu-Ilmu Qur’an . Bogor Baru , PT Pustaka Litera Antar Nusa1992. hlm.371

[3]Ibid, Hlm.372

[4]Op, Cit. Hlm. 24

[5]Op,Cit. Hlm. 25
[6]Op,Cit. Hlm.374

[7]Op,Cit. Hlm.375

[8]Op,Cit. Hlm. 376

[9]Op,Cit. Hlm.377

[10]Muhammad Ali Ash-Shabuni, At-tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, (Damaskus,1390), hlm.105.

[11]M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, (Misan: Bandung,1999), hlm. 36-37.

[12]Ibid,........hlm. 118-131.

[13]Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, (Titan Ilahi Pers:Yogyakarta, 1997), hlm. 39-41.
[14]Ibid; M. Quraish Shihab.hlm. 119.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar